Mohon tunggu...
Bonaventura Jaladri
Bonaventura Jaladri Mohon Tunggu... Seorang pelajar

Pecinta musik dan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

CC Cup XL 2025: Upaya Membangun Semangat Belajar Berkelanjutan

5 Oktober 2025   14:42 Diperbarui: 5 Oktober 2025   23:35 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pertandingan Basket CC Cup XL 2025 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Belajar merupakan aktivitas yang tidak akan pernah terpisahkan dari kehidupan seorang pelajar. Meski begitu, pembelajaran akademis tidak cukup untuk membentuk generasi muda yang berkarakter. Dibutuhkan juga sikap untuk terus belajar. Menanggapi hal tersebut, Kolese Kanisius menyediakan ruang berupa CC Cup XL 2025.

       Seorang pelajar tidak akan pernah terlepas dari dinamika pokok kehidupannya, yaitu belajar. Ibarat dua sejoli yang tidak terpisahkan, begitulah seyogianya hubungan antara pelajar dan aktivitas pembelajaran. Bahkan, KBBI menegaskan bahwa pelajar merupakan "orang yang belajar". Pembelajaran memang aspek terpenting untuk mengembangkan setiap individu. Melalui pembelajaran, setiap individu memperoleh pondasi beserta perangkat-perangkat yang berguna untuk menunjang kehidupannya di masa depan. Tidak hanya itu, melalui pembelajaran, mereka juga dibentuk untuk menjadi generasi yang terlibat aktif menanggapi kebutuhan masyarakatnya. Kesadaran akan hal tersebut mendorong berbagai institusi pendidikan di seluruh dunia untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis pembelajaran. Setidaknya dalam lima hari seminggu, pelajar diwajibkan untuk hadir di kelas tepat waktu guna mempelajari berbagai bidang pengetahuan maupun keterampilan. Selain itu, mereka juga ditanamkan nilai-nilai karakter sebagai bekal agar dapat diterima oleh masyarakat. Semua hal tersebut kemudian diujikan setiap akhir pembelajaran sebagai evaluasi terhadap pemahaman pelajar.

        Namun, apa arti semua itu jika pembelajaran hanya berhenti di kelas? Terdapat sebuah adagium dalam bahasa Latin yang masih populer hingga hari ini, berbunyi non scholae sed vitae discimus. Adagium tersebut memiliki arti kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup. Ungkapan tersebut menjadi cermin pendidikan yang seharusnya dilaksanakan. Di tengah perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang secara pesat. Ditambah lagi masyarakat semakin sadar akan pentingnya pendidikan karakter. Sebab, ilmu pengetahuan yang tidak ditunjang dengan pendidikan karakter menyebabkan sifat destruktif, bukannya mendukung kemajuan peradaban. Selain itu, kurangnya pendidikan karakter menyebabkan pelajar kurang dapat memenuhi standar norma maupun etika yang ditetapkan masyarakat. Hal tersebut menyebabkan pelajar sebagai generasi muda rentan kurang dapat diterima oleh masyarakat umum

       Maka dari itu, semangat belajar berkelanjutan harus ditanamkan sejak dini dalam diri para pelajar. Melalui semangat tersebut, para pelajar diharapkan dapat menjadi lifelong learner atau pembelajar seumur hidup. Sikap tersebut sangat penting guna mengembangkan kemampuan adaptasi di tengah dunia yang terus berkembang. Pada kenyataannya, tidak semua pengetahuan yang esensial diberikan melalui pembelajaran klasikal di kelas. Nyatanya, ada banyak keterampilan nonteknis dan karakter yang justru semakin terasah di dalam pengalaman sosial maupun sehari-hari. Misal, untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan, seseorang tidak cukup mempelajari teori secara tekstual saja. Agar dapat berkembang, ia juga harus mempraktikkan teori tersebut secara nyata melalui aktivitas di luar kelas, seperti bergabung dengan kepanitiaan suatu kegiatan atau menjadi koordinator dari sebuah organisasi. Dengan itu, orang yang melakukan hal tersebut akan mempelajari keterampilan-keterampilan nonteknis yang ia butuhkan untuk kehidupannya secara holistik; sebuah ciri dari seorang lifelong learner. Oleh sebab itu, pembelajaran nonakademis menjadi sebuah kebutuhan penting untuk mempersiapkan para pelajar dengan semangat mau terus belajar sepanjang hidup.  

Non scholae sed vitae discimus. Pembelajaran tidak cukup berhenti di kelas, tetapi harus terus berlanjut hingga akhir hayat.

        Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, Kolese Kanisius secara aktif melibatkan siswa-siswanya melalui berbagai kegiatan formasi. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan baru-baru ini adalah Canisius College Cup XL 2025. Dalam perjalanannya, Kolese Kanisius sudah menyelenggarakan CC Cup sebanyak 40 kali. Dengan mengangkat tema A Beautiful This is Never Perfect, Kolese Kanisius menyediakan wadah bagi pelajar se-jabodetabek untuk menyalurkan bakat dan minat di bidangnya masing-masing melalui serangkaian pertandingan. Seperti biasanya, ajang tahunan ini tidak pernah sepi dari partisipasi peserta lomba. Tercatat sebanyak lebih dari 240 sekolah, baik SMA maupun SMP, diundang untuk bergabung dalam 20 cabang perlombaan, baik itu olahraga maupun nonolahraga.

       Untuk mendukung berjalannya kegiatan ini, Kolese Kanisius melibatkan seluruh elemennya, dimulai dari guru, siswa, karyawan, hingga pihak eksternal, untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan CC Cup XL 2025. Terhadap siswa, Kolese Kanisius mewajibkan mereka untuk terlibat aktif dalam berbagai divisi kepanitiaan. Mereka tidak sendiri dalam menjalankan tugasnya. Dimulai dari guru, karyawan, hingga koordinator bidang berkolaborasi bersama dengan para panitia untuk melaksanakan fungsi kepanitiaan. Sementara guru maupun koordinator memberi arahan berkaitan dengan tugas yang harus dilaksanakan, para panitia menyumbangkan ide dan pendapat sekiranya terdapat masalah dalam suatu seksi. Kondisi tersebut menyebabkan hubungan antarbagian kepanitiaan menjadi lebih kompak dalam menjalankan tugasnya.

      Di berbagai cabang perlombaan, semua pihak yang terlibat, baik itu panitia maupun peserta lomba, berusaha memberikan yang terbaik di dalam bidangnya. Salah satu cabang perlombaan yang menampakkan hal tersebut secara jelas adalah catur. Sebagai permainan yang mengutamakan strategi, catur kerap kali dianggap sebagai ajang perlombaan yang sunyi. Sebab, permainan ini membutuhkan fokus tingkat tinggi sehingga sedikit suara bising saja dapat mengganggu jalannya pertandingan. Namun, di balik keseriusannya, terdapat momen-momen cair yang membuat suasana ruangan menjadi hangat. Bahkan, momen-momen tersebut berkontribusi dalam mewujudkan pembelajaran berkelanjutan.

        Sebagai anggota seksi catur, jujur saja penulis tidak mengetahui seluk beluk permainan tersebut secara mendalam. Harus diakui bahwa penulis selalu kalah dalam permainan tersebut karena kurangnya pemahaman akan strategi. Namun, ternyata tidak hanya penulis yang mengalami hal tersebut. Terdapat banyak rekan penulis yang juga belum memahami permainan catur. Bahkan, saking tidak familiar dengan permainan ini, kami kesulitan untuk menyetel jam catur. Hal tersebut membuat penulis awalnya ragu mengenai keberhasilannya dalam berpartisipasi mendukung keberlangsungan perlombaan catur.

       Meski begitu, ternyata kepanitiaan berjalan berlawanan dengan bayangan awal penulis. Penulis tetap dapat berpartisipasi dan berkolaborasi secara aktif di dalam seksi catur. Hal tersebut didukung oleh koordinator yang selalu memberi arahan tentang pengaturan kegiatan perlombaan. Saat gladi kotor, koordinator menunjukkan rancangan pengaturan meja pertandingan. Hal tersebut mempermudah panitia untuk mengatur tata letak ruang perlombaan. Tidak hanya itu, panitia juga dapat sedikit demi sedikit mengerti elemen permainan catur berkat koordinator yang memahami ketidaktahuan panitia akan konsep pertandingan tersebut. Kesadaran akan hal tersebut mendorong koordinator untuk mengajari panitia cara mempersiapkan pertandingan catur. Dimulai dari cara menyusun bidak hingga menyetel jam catur, koordinator mengajari anggota-anggotanya secara sabar hingga mereka semua paham. Tidak hanya itu, koordinator juga memastikan para panitia tetap mendapat informasi mengenai pertandingan melalui grup Whatsapp. 

      Pengalaman-pengalaman di atas membawa pelajaran hidup bagi kami. Pelajaran pertama berkaitan dengan kepemimpinan. Kepanitiaan catur CC Cup mengasah aspek kepemimpinan dari para anggotanya. Dengan adanya kepanitiaan ini, baik koordinator maupun panitia dapat belajar untuk mampu memimpin dirinya sendiri maupun orang lain menuju kesuksesan. Hal tersebut sudah ditunjukkan baik oleh koordinator maupun anggota. Ketika panitia belum memahami konsep pertandingan catur, koordinator menunjukkan kepeduliannya dengan mengajari anggota-anggotanya hingga paham. Sementara itu, panitia memberi saran-saran yang sekiranya dapat membangun dan menyukseskan pertandingan catur. Selain kepemimpinan, para panitia juga belajar mengenai keterbukaan untuk dibentuk. Keterbukaan tersebut ditunjukkan dengan kesediaan untuk mempelajari konsep permainan catur dan pantang menyerah sekalipun belum paham. Selain itu, kemauan untuk menjalankan jobdesk masing-masing menandakan bahwa panitia terbuka untuk mengalami penempaan di dalam kegiatan ini. Hal tersebut sesuai dengan konsep lifelong learning yang menuntut setiap orang untuk belajar seumur hidup, termasuk kemampuan yang belum pernah dipelajari. Kombinasi antara kedua nilai tersebut membentuk kolaborasi yang mampu menyukseskan pelaksanaan kegiatan lomba catur.

Kepemimpinan dan kemauan untuk dibentuk merupakan kombinasi untuk membentuk kolaborasi.

      Penempaan panitia selama CC Cup tidak berhenti sampai di pertandingan saja. Setelah dinamika perlombaan berakhir, seluruh panitia dikumpulkan untuk melakukan evaluasi pada hari-hari tertentu. Selain untuk melakukan koreksi terhadap kekurangan panitia selama pelaksanaan CC Cup di hari tersebut, evaluasi juga bertujuan untuk memastikan kesiapan pelaksanaan kegiatan di hari berikutnya. Saat evaluasi, panitia inti memberikan apresiasi maupun kritikan terhadap seksi terkait. Apresiasi diberikan jika suatu seksi berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Dengan adanya apresiasi, diharapkan seksi tersebut menjadi lebih semangat untuk semakin giat bekerja. Sementara itu, kritik diberikan apabila terdapat kekurangan dalam kinerja panitia. Bahkan, tidak jarang kritik diberikan secara terang-terangan. Hal tersebut bukan dimaksudkan untuk menyerang suatu bidang kepanitiaan, tetapi lebih sebagai motivasi agar seksi terkait dapat bekerja lebih baik di kemudian hari. 

    Memang evaluasi merupakan kegiatan yang cukup melelahkan. Sebab, setelah berdinamika dalam kepanitiaan masing-masing, seluruh panitia masih harus membahas kinerja mereka di hari tersebut. Meski begitu, kegiatan ini memberi pelajaran untuk terus berefleksi. Kesadaran tersebut harus muncul karena kesempurnaan yang sejati tidak pernah ada dalam dinamika manapun. Selalu akan ada celah tempat ketidaksempurnaan tampak. Oleh karena itu, kemampuan berefleksi sangatlah dibutuhkan, baik dalam dinamika CC Cup maupun di kehidupan sehari-hari. Dengan mampu berefleksi, seseorang dapat lebih sadar akan pengalaman yang sudah ia lakukan dan lebih waspada akan terulangnya berbagai kekurangan yang sudah dilakukan. 

Refleksi sebagai sarana untuk menengok kembali pengalaman yang sudah berlalu sekaligus melakukan evaluasi.

    CC Cup tidak hanya memfasilitasi para panitia untuk mengalami pembelajaran, tetapi juga peserta lomba. Sekalipun pertandingan-pertandingan berjalan dengan sengit, ternyata tetap ada rasa kekeluargaan di antara para pemain. Hal tersebut penulis rasakan selama menjadi panitia catur. Selama pertandingan, ruangan memang terasa sunyi. Tidak ada suara yang terdengar signifikan selain dari sorak sorai pertandingan minisoccer maupun komplain dari pemain karena masalah pada jam catur. Meski begitu, suasana mencair tatkala pertandingan usai. Baik pihak yang menang atau kalah saling mengobrol satu sama lain, baik untuk bersenda gurau atau membahas pertandingan yang baru saja berlalu. Melalui pengalaman tersebut, mereka dapat belajar mengenai arti sportivitas dengan mau terbuka terhadap kawan yang sebelumnya menjadi lawan. Tidak hanya itu, mereka juga belajar untuk membentuk jaringan pertemanan yang sehat. Hal tersebut sangat krusial pada masa ini. Dalam menghadapi tantangan di dunia saat ini, bekerja sendirian akan mempersulit keadaan. Oleh karena itu, jaringan pertemanan perlu dibentuk sebagai langkah untuk bergerak lebih jauh bersama-sama.

   Di tengah hiruk pikuk aktivitas akademi, CC Cup XL 2025 merupakan bukti bahwa pembelajaran nonakademis bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan. Memang pelaksanaan kegiatan tersebut memakan energi dan pengorbanan yang tidak sedikit, baik itu waktu untuk mengerjakan tuntutan akademik maupun melakukan urusan pribadi. Meski begitu, ternyata pengorbanan tersebut membuahkan pelajaran-pelajaran yang berguna, baik itu terhadap panitia maupun peserta lomba. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kolese Kanisius sudah berusaha sebaik mungkin untuk menanamkan semangat belajar berkelanjutan pada diri siswanya. Dengan adanya kegiatan ini, para pelajar dapat semakin berkembang dalam berbagai aspek, dimulai dari keterampilan nonteknis maupun karakter. 

   Oleh sebab itu, sebagai bagian dari pengembangan diri pelajar, setiap institusi pendidikan sudah seharusnya mulai menaruh perhatian pada penanaman semangat belajar berkelanjutan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberi ruang pada siswa untuk berkarya dan berpartisipasi dalam berbagai dinamika nonakademis. Selain itu, para pelajar, termasuk penulis sendiri, juga harus berinisiatif untuk melakukan pengembangan diri. Di era digital saat ini, terdapat berbagai ruang untuk mempelajari berbagai hal, dimulai dari keterampilan nonteknis hingga sikap yang harus dibangun untuk masa ini dan akan datang. Kesempatan tersebut harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menjadikan diri sendiri sebagai pribadi yang lebih baik. Dengan itu, penulis yakin akan semakin banyak generasi muda yang berkarakter luhur dan siap untuk berpartisipasi dalam menjawab kebutuhan zaman. 

       

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun