Apa arti "gizi" jika justru menghasilkan keracunan? Apa makna "gratis" jika anak jadi sakit atau trauma?
Orang tua yang merasakan keraguan terhadap kualitas makanan MBG mungkin jadi enggan mengizinkan anaknya makan di sekolah, yang ironisnya melemahkan tujuan program itu sendiri (meningkatkan partisipasi sekolah dan menurunkan angka kelaparan/kurang gizi).
Trauma publik juga tak bisa diabaikan ketika orang tua melihat setelah sekian kali peringatan bahwa MBG harus dievaluasi tapi tidak ditindaklanjuti, kepercayaan terhadap institusi publik semakin terkikis.
Rekomendasi: Langkah Konkret Agar Tragedi Tak Terulang
Untuk menghindari tragedi berulang, berikut beberapa langkah sistemik yang harus dipertimbangkan:
- Moratorium sementara dan audit menyeluruh
Saat ini, usulan moratorium MBG di tempat-tempat rawan bisa menjadi jeda penting agar peninjauan struktural dilakukan (misalnya dapur yang belum memenuhi standar ditutup dulu). Audit menyeluruh terhadap semua dapur SPPG, keseluruhan rantai pasok, dan penyimpanan harus dilakukan sebelum operasi kembali. - Pengesahan Undang-Undang MBG
Agar program MBG tidak hanya didasarkan pada kebijakan administratif atau Perpres yang rentan perubahan, perlu ada regulasi yang kuat (UU) yang mengatur standar mutu, tanggung jawab pengawasan, sanksi, serta pembagian kewenangan dan pembiayaan pusat-daerah. - Pengawasan independen dan partisipasi masyarakat
Tidak hanya pemerintah dan dinas kesehatan yang mengawasi, tetapi lembaga independen (misalnya Gizi Nusantara, LSM kesehatan, perguruan tinggi) serta peran orang tua harus difasilitasi. Auditrail terbuka dan laporan hasil inspeksi harus publik agar terjadi tekanan sosial bagi pihak pengelola agar bertanggung jawab. - Standarisasi teknis dan pelatihan ketat
Semua dapur MBG harus memenuhi standar higiene, sanitasi, fasilitas penanganan makanan aman, sistem kontrol suhu, penyimpanan, serta manajemen distribusi. Petugas penjamah makanan perlu diberi pelatihan sertifikasi hygiene, audit rutin, dan sertifikat laik higienis. - Sistem pelaporan real-time dan respons cepat
Seperti dikemukakan Kemenkes, pelaporan keracunan harus terintegrasi dan berbasis data daerah-dinas kesehatan, bukan hanya lewat media sosial. Jika ada laporan awal gejala, tim cepat tanggap harus bisa menghentikan distribusi di area itu dan melakukan investigasi. - Sanksi tegas bagi pelanggaran serius
Bila terbukti kelalaian berat (pemakaian bahan kadaluwarsa, sanitasi buruk, distribusi yang melanggar standar), harus ada konsekuensi baik administratif (pencabutan izin, denda) maupun pidana (jika unsur pidana tercapai). Hal ini penting agar ada efek jera dan tanggung jawab tidak "asumsi semata."
Penutup: Menagih Janji Evaluasi yang Nyata
Kasus keracunan massal MBG di Soe bukan sekadar kegagalan lokal melainkan alarm nasional bahwa program yang disengaja untuk melindungi anak-anak telah kehilangan kontrol di banyak titik.
Pernyataan bahwa "MBG harus dievaluasi" sudah disampaikan berkali-kali, tapi nampaknya hanya dijadikan slogan tanpa implementasi nyata. Waktu bagi para pengambil kebijakan untuk tidak lagi menunda: anak-anak sudah menjadi korban, dan kepercayaan publik pun dipertaruhkan.
Program gizi untuk generasi muda bukan proyek eksperimen melainkan tanggung jawab negara untuk menjaga hak terhadap makanan yang aman dan bergizi. Jika tidak ditangani dengan tegas dan holistik, tragedi semacam ini bisa terus terulang dan menyisakan cerita duka bagi keluarga dan bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI