Cinta ... sebuah kata yang tidak pernah terlintas dalam benak Rasty selama menjalin persahabatan dengan Ivan dan Meity. Ketiga sahabat itu tumbuh menjadi dewasa bersama di perkampungan padat di sebuah kota besar. Nilai-nilai religius dan budaya masih mereka pegang teguh.Â
Perbedaan agama, etnis maupun budaya yang mereka alami semasa kecil di kampung itu menumbuhkan rasa toleransi yang kuat diantara mereka hingga mereka beranjak dewasa.
Ivan yang beretnis China dan mempunyai latar belakang ekonomi yang kuat menjalankan bisnis yang telah dirintis oleh ayahnya. Sedangkan Rasty anak seorang pribumi yang bekerja pada salah satu usaha bisnis Ivan dan dipercaya menjadi asistennya. Meity juga beretnis China, keluarganya mempunyai relasi bisnis dengan keluarga Ivan.Â
Tidak ada hambatan bagi Rasty untuk membantu mengelola bisnis Ivan hingga bisa maju dan berkembang. Rasty tetap dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Demikian juga saat hari besar agama yang dianut Ivan dan Meity, Rasty tetap dapat bekerja dengan tenang tanpa dibebani atribut-atribut keagamaan mereka.
Mereka bertiga memang berbeda etnis, budaya, dan agama tetapi dapat saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan. Mereka mengakui sebagai satu keluarga besar bangsa Indonesia.Â
Sebuah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan keberagaman penduduknya. Sehingga di luar kesibukan bisnisnya mereka bertiga tetap dapat menjalin persahabatan dan kerukunan.
"Rasty, aku mau tanya padamu," kata Meity.
"Iya, Me, ada apa?"
"Tapi janji jangan menertawakan aku, ya."
"Iya, janji," jawab Rasty tersenyum manis sambil mengacungkan kedua jarinya.
Beberapa saat ditunggu tetapi Meity tidak segera mengutarakan maksudnya. Dia hanya menunduk sambil mempermainkan ujung bajunya.