Itulah falsafah gangsingan, permainan tradisional masyarakat Jawa ... Jogja khususnya, tentang hidup seimbang selaras dengan alam menuju kesempurnaan hidup manusia, yang diajarkan kakek pada kedua remaja tanggung, Sono dan Tono.
Hidup tidak hanya sekedar materi tapi juga spiritual. Jiwa muda walau penuh gejolak dan keras tetapi harus tetap terlihat tenang menunjukkan kualitasnya. Begitulah harapan kakek pada cucunya, Sono.
Tak terasa mentari telah naik tinggi dan dengan seenaknya melepaskan pucuk-pucuk sinarnya menembus rimbunnya dedaunan di tepi sungai serta terasa menyengat kulit. Sudah tengah hari ... tapi Sono belum memperoleh seekor ikan pun.
"Ton, tidak seekor ikan pun memakan umpanku. Mungkin dengan cara lain aku bisa memperolehnya."
Sono mengambil sebuah batu, dia perhatikan seekor ikan yang berenang di permukaan air sungai. Dengan cepat dan kuat Sono melempar batu tepat mengenai kepala ikan tersebut.
Plaakkk ....
Ikan itu menggelepar di permukaan air. Cepat-cepat Sono mengambilnya dengan sebuah jaring. Tono tersenyum melihat tingkah sahabatnya.
Setiap orang akan menempuh jalan hidupnya sendiri-sendiri dan dengan cara mereka sendiri. Tono dengan caranya sendiri begitu juga Sono akan menempuh dengan caranya sendiri. Walaupun tujuannya sama yaitu mencapai kesempurnaan hidup.
Sang mentari sudah berjalan ke arah barat menuju peraduannya. Sono dan Tono memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan lega. Mereka berhasil memecahkan sebagian pelajaran dari kakek. Dapatkah mereka berdua menerapkan dalam perjalanan hidupnya?
Solo.19.04.2019
Bomowica