"Mosok sih, Mas, ra duwe lontong? Tuku rong puluh wae ..." tanya Ibu itu lagi.
"Ga jual lontong, Bu. Tapi kalau mau beli sate berapapun tak kasih," jawab Cak Ahmad.
Ibu itu diam mendengar jawaban Cak Ahmad. Dia hanya butuh lontong tidak dengan satenya. Sebentar kemudian beliau pergi meninggalkan warung sate Cak Ahmad.
Aku tak habis mengerti kenapa Cak Ahmad menolak rejeki dengan tidak mau menjual lontongnya dan berbohong pada ibu itu? Aku memandang Cak Ahmad dengan penuh rasa penasaran. Rupanya dia tahu dan menjelaskan padaku mengapa dia berbuat seperti itu.
Sebentar lagi hari beranjak malam dan warung-warung makan akan tutup seiring habisnya menu makan dan nasi yang mereka tawarkan. Sementara masih ada orang-orang yang merasa lapar di malam hari, kemanakah mereka mencari makan?
"Nah ... saya mainnya di situ, Mas. Saat malam sudah tidak ada penjual nasi, orang-orang yang cari makan pasti akan beli sate lontong ..." kata Cak Ahmad panjang lebar.
"Kalau tadi si ibu membeli dua puluh lontong ... aku bisa kehabisan lontong. Matilah aku, ga iso dodolan meneh. Masak orang lapar cuma disuruh makan sate tok?" katanya lagi dengan logat Maduranya.
Hmm ... begitu rupanya. Ada strategi sederhana tapi harus benar-benar diperhatikan dalam berdagang atau berjualan. Cak Ahmad tidak bermaksud berbohong karena memang sate dan lontong itu satu paket. Dan bisa dibayangkan seandainya tukang sate kehabisan lontongnya. Malam-malam siapa yang mau beli sate tok sementara perut lapar keroncongan?
Solo.16.12.2018