Bagi orang Manggarai topi rea- mereka menyebut songkok dengan topi-, adalah sebuah artefak budaya yang sakral dan menjadi kebanggaan. Terbuat dari daun pandan, songkok ini telah menjadi aksesoris busana adat yang bukan saja dikenakan oleh warga biasa pada saat acara-acara resmi adat seperti pernikahan, kematian, dan acara-acara adat lainnya, namun juga telah menjadi songkok resmi untuk acara-acara pemerintahan.
Kabupaten Manggarai Barat sendiri, dibawah pemerintahan Bupati Agsutinus CH Dula dan wakilnya Maximus Gasa (2010-2015) telah menjadikan dan 'mematenkan' songkok yang dianyam dari daunan tumbuhan monokotil dari genus Pandanus ini sebagai songkok resmi pejabat di jajaran pemerintahan daerah Manggarai Barat.
Bahkan kini setiap ada tamu dari Jakarta yang berkunjung ke Labuan Bajo, selain disambut dengan tuak ruis (tuak penyambutan), juga sang tamu akan dipakaikan songkok rea selain selempangan songke Manggarai.
Saya tidak tau, apakah Presiden SBY dan Ibu Ani dalam dua kali kunjungan mereka ke Labuan Bajo (2012 dan Sail Komodo 2013) juga mendapat 'hadiah' songkok tradisional ini juga atau tidak. Karena sejauh yang saya search di dunia maya, saya hanya mendapati foto-foto pak SBY dan Ibu Ani dalam busana tenunan songke Manggarai yang cantik.
Hampir semua ibu-ibu di Manggarai bisa menganyam songkok ini. Namun khusus untuk wilayah Kabupaten Manggarai Barat, sentra anyamannya adalah di Kampung Daleng, Sano Nggoang, sekitar 2 jam dari Kota Labuan Bajo dengan sepeda motor.
Disini, songkok rea dianyam secara massal. Sebagiannya dijual ke kantor-kantor dinas daerah se Manggarai, juga diikutkan di pameran kain tradisional secara berkala baik yang diadakan oleh pemda, pemprov, maupun nasional.
Tersedia anyaman songkok dengan motif dan gambar yang beragam. gambar komodo, tulisan nama, dan berbagai motif dan warna lainnya. Satu buah topi re'a dibandrol mulai dari Rp 50.000 hingga Rp. 100.000.
Jika Kompasianers jalan-jalan ke tanah eksotik yang berdekatan dengan Pulau Sumbawa ini, akan banyak dijumpai warga Manggarai laki-laki mengenakan songkok rea. Itu songkok asli made-in Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur.
[caption id="attachment_305276" align="aligncenter" width="300" caption="Bupati Manggarai Barat 2010-2015, Gusti Dula Ch dengan Topi Reanya pada sebuah kesempatan (foto: http://number-footing.blogspot.com/)"]

Loce (Tikar)
Anyaman pandan berikutnya yang tak kalah penting bagi orang Manggarai adalah loce (tikar). Bagi daerah di luar Manggarai, fungsi utama tikar mungkin hanyalah untuk alas tidur ataupun untuk alas duduk. Namun bagi orang Manggarai, loce lebih dari sekedar anyaman pandan biasa. Ia adalah juga salahsatu artefak budaya yang menjadi unsur penting dalam berbagai acara adat di Manggarai khususnya pernikahan, dan kematian. Selain itu, loce juga merupakan salahsatu alat komunikasi penting dalam menjaga hubungan antara keluarga laki-laki dan perempuan setelah pernikahan. Hubungan iname (pihak perempuan) dan woe (pihak laki-laki) sedikti banyak dipengaruhi oleh anyaman satu ini.
Prosesnya anyamannya pun rumit sebagaimana menganyam songkok rea. Bagi ibu-ibu Manggarai (khususnya Ibu-ibu pelosok), menganyam pandan ibarat beternak kebahagiaan. Satu buah tikar membutuhkan waktu berhari-hari. Pertama-tama, mereka harus memotong daun pandan berkualitas baik- daun pandan berduri. Kedua, setelah dikeringkan harus disobek-sobek memanjang seukuran 1 cm, ketiga, dikeringkan lagi dengan cara digulung, baru kemudian diwarnai sesuai selera dengan menggunakan kesumba. Setelah diangin-anginkan selama beberapa saat, barulah mulai dianyam.