Mohon tunggu...
Atos
Atos Mohon Tunggu... Mahasiswa - never stop learning

mengudar rasa.. merangkai kata.. melepas tawa.. bebaskan jiwa.. bernafas lega.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pekan Suci – Pekan Paradoks, Lambang Iman (Bagian 3)

25 April 2011   13:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:24 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baca dulu pengantar dari Atos ini:

Tulisan berikut ini bukanlah karya saya (Atos).  Ini adalah permenungan seorang sahabat. Dia mengirimkannya pada saya. Dan atas seizinnya, saya mempublikasikan tulisan ini melalui kompasiana. Kalau dilihat dari judulnya, barangkali sedikit kadaluarsa, karena memang pekan suci sudah lewat. Namun, jika mau membaca dan mencermati isinya, tulisan berikut senantiasa up to date. Selamat menikmati.

Dan ini pengantar dari penulis:

Tulisan ini merupakan permenungan pribadi. Meskipun dalam tulisan ini saya banyak menggunakan kata “Gereja menyampaikan...”, namun hal tersebut merupakan apa yang saya hayati dari apa yang Gereja tampilkan dalam serangkaian liturgi di pekan suci.

Saya berterimakasih kepada sahabat saya, yang telah menginspirasi saya bahwa pekan suci merupakan rangkaian yang saling berkaitan. Terutama saya berterimakasih kepada Yesus, yang melalui Roh-Nya, saya imani telah mengijinkan saya untuk menghayati apa yang Ia alami, yang saya tuangkan melalui tulisan ini.

Tulisan ini secara khusus saya persembahkan untuk rekan-rekan seiman agar bersama-sama dapat menghayati misteri paskah dengan lebih mendalam dan membawanya pada peristiwa hidup keseharian.

Tulisan ini juga saya persembahkan untuk teman-teman yang tidak seiman, untuk boleh ikut ‘mencicipi’ apa yang kami rayakan selama paskah. Dalam hal ini, saya tidak bermaksud untuk memaksakan ajaran agama saya, karena saya yakin, iman merupakan milik pribadi yang tidak dapat dipaksakan. Namun, alangkah baiknya jika saya diperkenankan untuk membagikan kebahagiaan yang saya rayakan selama paskah ini.

Salam Paskah,

(Angeline Virginia Kartika)

.

.

Dan ini permenungannya: :) ~selamat menikmati~

Ini merupakan permenungan pribadi saya tentang pekan suci. Setelah merenungkan peristiwa-peristiwa pekan suci secara keseluruhan, saya mengambil tema “paradoks” dalam permenungan tahun ini. Selama peristiwa di pekan suci, “paradoks” merupakan nuansa yang Yesus angkat dalam setiap tindakan-tindakanNya. Yesus hendak menjungkir-balikkan apa yang manusia pikirkan.




Jumat Agung – membayar dosa dengan kasih

Dalam liturgi Gereja, Jumat Agung merupakan puncak perayaan liturgi. Inilah inti dari keseluruhan liturgi Gereja yang kita rayakan tiap minggunya, yaitu karya Allah untuk menyelamatkan manusia.

Jika kita kembali pada masa Yesus, kita akan menemukan dimana titik paradok dari peristiwa ini. Saat itu, bangsa Israel sedang dijajah oleh bangsa Romawi. Dalam kondisi yang seperti ini, mereka sangat menantikan Mesias, Sang Penebus. Namun, mereka membayangkan bahwa penebus yang akan datang adalah seorang raja yang agung dan akan membawa mereka pada kemerdakaan. Dugaan mereka salah. Penebus yang datang adalah Seseorang yang mau merendahkan Diri-Nya, disamakan dengan penjahat, bahkan dihukum dengan cara yang sangat hina, yaitu disalib sampai mati. Kemerdekaan yang hendak diberikan Yesus, bukan sekedar kemerdekaan teritorial (negara), namun lebih dari itu, kemerdekaan dari dosa dan maut. Sampai saat ini, beberapa dari mereka masih terpaku pada gambaran tentang mesias yang mereka idamkan sehingga membuat mereka tidak mau mengakui Yesus sebagai Mesias.

Dunia seringkali berpikir bahwa segala yang jahat harus dibayar dengan kejahatan. Kebencian harus dimusnahkan dengan permusuhan, yang jahat harus dimusnahkan dengan cara keji. Seorang anak, harus dihukum sekeras-kerasnya jika ia berbuat kesalahan. Seorang pemimpin yang buruk, perlu dibeberkan keburukannya, dijauhi, dan dimusuhi. Pasangan yang ketahuan selingkuh, harus langsung diceraikan atau dibalas dengan cara ikut berselingkuh.

Melalui misteri Jumat Agung, Yesus mengajarkan kita untuk memusnahkan kegelapan dengan terang; memusnahkan kebencian dengan kasih. Kasih yang mau merangkul semua orang, bahkan orang yang berdosa. Kasih yang mau berkorban bagi sesama. Kasih yang mau saling memaafkan. Bayangkan betapa indahnya jika kasih ini kita tanamkan dalam setiap lingkup kehidupan kita. Orang tua tidak lagi membentak anaknya ketika melakukan kesalahan, namun dengan sabar mengajarkannya. Anak-anak tidak lagi memberontak orang tua mereka ketika dimarahi, namun dengan sabar mendengarkan kemarahan orang tuanya dan tetap memberikan perhatian padanya. Seorang atasan yang memimpin dengan kasih, berani untuk mengorbankan kebanggaannya sebagai atasan dan memosisikan diri sederajat dengan bawahannya; tidak lagi membentak-bentak dan memaksakan kehendak namun mau merangkul aspirasi bawahannya untuk bersama-sama membangun organisasi yang mereka pegang.

Mengasihi memang bukanlah hal yang mudah. Ada banyak pengorbanan yang perlu dilakukan, ada banyak penderitaan yang perlu dialami. Namun, jika kebangkitan lah yang menjadi hadiahnya, maukah kita mengasihi sesama seperti Yesus yang telah mengasihi kita hingga mati di kayu salib?

(bersambung ke bagian 4)

Pekan Suci – Pekan Paradoks, Lambang Iman (Bagian 1)

Pekan Suci – Pekan Paradoks, Lambang Iman (Bagian 2)

Pekan suci – Pekan Paradoks, Lambang Iman (Bagian 4)

Pekan Suci – Pekan Paradoks, Lambang Iman (Bagian 5)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun