Mohon tunggu...
Bob Ilham Pramudya
Bob Ilham Pramudya Mohon Tunggu... profesional -

Within me there was a God, the devil, and my self.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Film Kekejian Freeport Dicekal - Screen Below The Wind Festival

19 November 2012   10:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:04 1617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar diambil dari thejakartapost.com

Sekali lagi kebebasan menyatakan kebenaran dikebiri. Kali ini kebenaran itu adalah film Alkinemokiye dan kebebasannya adalah pelarangan untuk memutarnya pada acara Screen Below The Wind Festival. Seharusnya film ini diputar pada hari Jum'at tanggal 16 Nopember 2012, di Ubud, Bali. Pemutaran film Alkinemokiye dilarang pada acara tersebut oleh Polda Bali karena terdapat beberapa adegan yang melibatkan perilaku kekerasan yang dilakukan oleh personil polisi di Papua. Kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada karyawan Freeport ini terjadi ketika demo terbesar sepanjang sejarah Freeport berlangsung pada tanggal 18 September 2012. Bahkan menurut sutradara Alkinemokiye, Dandhy Dwi Laksono, lebih baik dia menolak undangan Kedubes Belanda di Jakarta untuk screening filmnya di Golden Lens Documentary Festival, daripada dia harus memotong setengah dari panjang filmnya. Karena menurut Dandhy, apa gunanya mendapatkan penghargaan pada suatu festival atau hanya ditonton dan didiskusikan oleh suatu kelompok kecil yang melek pada suatu genre, kebenaran dalam film dokumenternya harus dapat diakses dan disaksikan oleh seluruh masyarakat. Sebenarnya kebenaran apa yang ditakuti oleh pihak-pihak seperti Freeport dan kepolisian yang akan terbongkar jika publik menonton film Alkinemokiye? Jelas suatu kebenaran yang sangat menyinggung bahkan menohok suatu pihak yang memiliki uang dan kepentingan yang krusial yang dbongkar dalam film Alkinemokiye. Alkinemokiye Film dokumenter berjudul "Alkinemokiye" bercerita tentang perjuangan buruh dan persiunan PT Freeport Indonesia di Timika, Papua. Film berdurasi 60 menit ini disutradarai oleh Dadhy Dwi Laksono dan diproduseri oleh Andhy Panca Kurniawan. Film ini telah diputar di sejumlah tempat termasuk di Timika sendiri yang merupakan tempat PT Freeport beroperasi. Alkinemokiye pertama sekali diperingati pada peringatan hari hak asasi manusia se-dunia di Jakarta, 10 Desember. Bahkan kata Dandhy dalam salah satu kesempatan diskusi setelah pemutaran film Alkinemokiye, film ini juga sudah ditonton oleh sebagian besar pejabat di Indonesia, termasuk staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dandhy yang juga penulis buku Jurnalisme Investigasi dan mantan pemimpin redaksi acehkita.com menyebutkan, nama Alkinemokiye sendiri diadopsi dari bahasa asli suku Amungme yang berarti ‘usaha keras demi kehidupan yg lebih baik' (From Struggle Dawns New Hope). Amungme merupakan suku terbesar di Timika, Papua. “Untuk pengambilan gambarnya hanya selama 7 hari, namun proses editingnya lebih kurang memakan waktu sebulan,” ujar dia. Beberapa bagian dalam Film Alkinemokiye juga diperkaya dengan sejumlah gambar dan rekaman amatir dari pekerja PT Freeport sendiri. Beberapa fakta yang menarik dan patut untuk dipertanyakan dalam film Alkinemokiye:

  • Pada tanggal 15 September 2011, 8.000 dari 22.000 pekerja Freeport Indonesia melakukan aksi mogok menuntut kenaikan upah dari US $3,5/jam sampai US $7,5/jam. Inilah pemogokan kerja terlama dan paling banyak melibatkan karyawan sejak Freeport mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1967.
  • Dua tahun sekitar bulan Juli 2009 - November 2011, setidaknya 11 karyawan Freeport dan sub-kontraktor ditembak mati secara misterius oleh para penembak gelap.
  • PT Freeport McMoRan telah mengeluarkan dana sebesar Rp 711 milyar untuk "uang keamanan" yang diberikan kepada para aparat pemerintah Indonesia Dalam 10 tahun terakhir.

Screen Below The Wind Festival Festival Layar di Bawah Angin (Screen Below The Wind Festival) adalah ruang pertukaran budaya dan sejarah Asia Tenggara, melalui film dan foto dokumenter. Festival ini tidak hanya untuk peminat dan pelaku film dan foto dokumenter, tapi juga untuk siapapun yang ingin lebih emahami peristiwa yang terjadi di berbagai negara di Asia Tenggara. Festival ini juga mempertemukan berbagai rekan yang selama ini saling mempengaruhi, yaitu pembuat film & foto dokumenter, publik, pelaku media mainstream dan bisnis melalui  berbagai kegiatan seperti Workshop Film dan Foto Dokumenter, Berbagi Bersama Dokumentarian, Sarasehan Dokumenter Asean. Review film-film yang diputar dalam Screen Below The Wind Festival: Review Film Dokumenter “Workers Dreams” - Screen Below The Wind Festival Review Film Dokumenter “Marriage Prayer” - Screen Below The Wind Festival 2012 Review Film “Love Man Love Woman” - Screen Below The Wind Festival Film Dokumenter “Speakers Cornered” - Screen Below The Wind Festival Review Film Dokumenter “One Nation Under Lee” - Screen Below The Wind Festival Memahami Sengketa Budaya Malaysia Di Screen Below The Wind Festival Membalas Surat Dari 122 Tahun yang Lalu - Screen Below The Wind Festival 2012 Bagaimana Kita Dapat Bermimpi Ketika Lapar? - Screen Below The Wind Festival “Nu Urang Keur Urang” Film Swasembada Warga Tasik - Screen Below The Wind Sumber: screenbelowthewindfest.net sewonartspace.org thejakartapost.com ceritamu.com acehkita.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun