Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Yogyakarta Darurat Sampah, Apa Hikmah untuk Tata Kelola Kota-Kota Indonesia?

17 Mei 2022   06:04 Diperbarui: 17 Mei 2022   17:50 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Darurat sampah Yogya - Kompas/Nino Citra Anugrahanto

Warga Kota Yogyakarta dan sejumlah wilayah sekitarnya saat ini sedang menghadapi darurat sampah. Akibat penutupan TPST Piyungan di Kabupaten Bantul selama beberapa hari terakhir, sampah menggunung. 

Libur Idulfitri dan kunjungan wisatawan ke Kota Pelajar semakin membuat sampah bertumpuk-tumpuk di penjuru kota Yogya. Pemkot kewalahan. Diperkirakan, sampah setelah Lebaran dan turisme belakangan ini mencapai 40 ton.

Volume sampah Kota Yogya tak sebanding TPS

Tahukah Anda bahwa "diam-diam", Kota Yogyakarta mampu menghasilkan sekitar 300 ton sampah per hari? Sampah sebanyak ini rata-rata didominasi sampah organik.

Sampah organik ini antara lain berasal dari pasar-pasar tradisional dan juga sampah rumah tangga. Sifat sampah organik yang cepat busuk membuat problematika sampah Yogyakarta semakin akut saja. 

Truk pengangkut sampah memasuki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan (19/2/2022) - Kompas/Haris Firdaus
Truk pengangkut sampah memasuki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan (19/2/2022) - Kompas/Haris Firdaus

Yogyakarta selama ini mengandalkan TPST Piyungan di Kabupaten Bantul sebagai tempat penampungan sampah untuk kota dengan warga sejumlah 373,6 ribu jiwa menurut sensus 2020. Penting dipahami, sampah Yogya bukan hanya sampah warga Kota Yogyakarta saja.

TPST Piyungan menampung sampah dari Kota Yogya, Kab. Bantul, dan Kab. Sleman sekaligus. Belum lagi sampah dari para pendatang dan turis. 

Sleman berpenduduk 1,13 juta jiwa pada 2020. Bantul berpenduduk nyaris 1 juta jiwa. Artinya, TPST Piyungan menampung sampah dari setidaknya 2,3 juta warga. 

Biang keladi sampah Yogya dan hikmah untuk tata kelola sampah Indonesia

Yang membuat kami, atau setidaknya saya, warga DIY heran adalah bahwa selama bertahun-tahun, tiada perencanaan tata kelola sampah yang sungguh dijalankan dengan baik.

TPST Piyungan tidak didukung oleh TPST lainnya, meskipun sejatinya Bantul dan Sleman masih memiliki kawasan yang cukup luas. Tetapi akar permasalahannya bukan pada TPST.

Adalah budaya memilah dan mengolah sampah yang belum dimiliki sebagian besar warga DIY. Pemerintah juga tergagap-gagap dalam mengkampanyekan dan memberi fasilitas pemilahan dan pengolahan sampah.

Sejatinya ini masalah umum di banyak sekali kota dan kabupaten di Indonesia. Coba kita jujur, berapa banyak wilayah yang sungguh maju pengelolaan sampahnya di negeri kita? Mungkin di bawah lima wilayah saja!

Yang memprihatinkan adalah fakta bahwa sampah makanan dan sampah organik justru menjadi volume sampah terbesar di banyak wilayah. Padahal, sampah organik ini sangat bisa diolah menjadi kompos dan atau "diselamatkan" menjadi pakan ternak. 

Upaya Yogya belum optimal

Bukan berarti Yogya yang saya cintai tidak berbuat apa-apa. Saya tahu, ada upaya perbaikan tata kelola sampah. Namun, upaya ini belum optimal. 

Yang mengherankan lagi adalah, pemerintah setempat selama ini seolah tidak mengakomodasi suara para akademisi lokal yang sudah mewanti-wanti tentang darurat sampah.

Jumlah bank sampah di Yogya dan sekitarnya tidak mampu mengurangi sampah secara signifikan, yang akhirnya dibuang ke TPST Piyungan. 

Dosen Universitas Ahmad Dahlan, Surahma Asti Mulasari pada 2016 sudah menulis bahwa jika setiap warga kota Yogyakarta menabung sampahnya,  permasalahan sampah anorganik rumah tangga akan teratasi. Jumlah sampah yang diangkut ke TPST Piyungan akan berkurang sekitar 47%.

Solusi bencana darurat sampah di kota kita

Mari kita belajar dari negara-negara maju di dunia. Masyarakat Eropa Barat, misalnya, terbiasa memilah sampah sesuai jenisnya. Pemerintah negara maju secara sistematis mengucurkan investasi berupa sarana dan prasarana pemilahan dan pengolahan sampah. 

Yang terjadi di Yogya dan banyak tempat lain adalah sampah dicampur dan dicampakkan begitu saja oleh warga. Padahal, sampah bisa jadi berkah jika diolah.

Menyalahkan pemerintah saja tidak akan menyelesaikan masalah. Kita paham, dana pemerintah juga terbatas. Oleh karena itu:

  1. Mari kurangi sampah makanan dan organik. Biasakan belanja sesuai kebutuhan. Budayakan menghabiskan makanan. 
  2. Mari kita pilah dan olah sampah di rumah dan komunitas kita sendiri. Sediakan tempat sampah terpilah: organik, anorganik (plastik, kertas, kaca, dan sampah tak terurai). Budayakan malu buang sampah tak terpilah.
  3. Mari buat RT dan RW kita peduli sampah. Buat kegiatan kreatif untuk mengurangi sampah dan mengolah sampah jadi berkah. Bisa dengan buat bank sampah lokal. Iuran bisa diganti "tabungan sampah". 
  4. Buat edukasi sadar olah sampah jadi berkah di lingkup terkecil, mulai dari keluarga dan paguyuban terdekat kita. 
  5. Buat sistem imbalan dan hukuman. Ini bisa dimulai juga dari keluarga dan rumah kita. Jika disiplin pilah dan olah sampah, beri hadiah sederhana. 

Kota-kota Indonesia perlu menyediakan sarana berupa tempat-tempat sampah terpilah, bank-bank sampah yang memadai, dan TPST dengan metode modern. Metode sanitary landfill bisa dikombinasi atau diganti dengan Refuse Derived Fuel (RDF). 

Refuse Derived Fuel (RDF) dihasilkan dari limbah domestik dan bisnis, yang meliputi bahan biodegradable serta plastik. Bahan bakar turunan sampah digunakan untuk menghasilkan energi di fasilitas penghasil listrik

Keragaman bahan yang dapat diproses dan diubah menjadi Refuse Derived Fuel berarti bahwa RDF menimbulkan manfaat lingkungan yang sangat besar.

Selain itu, rencana jangka panjang pembangunan juga perlu memprioritaskan pemilahan dan pengolahan sampah. 

Salam peduli pilah dan olah sampah! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun