Harga gandum telah melonjak lebih dari 40% akibat konflik Rusia dan Ukraina akhir-akhir ini. Ini adalah kenaikan harga gandum paling signifikan sejak 1959. Konflik yang terjadi di Ukraina menghambat ekspor gandum.
Laman marketwatch melaporkan, Rusia dan Ukraina menyumbang 25% dari ekspor gandum global.Â
Berita Euronews pada 7/3 melansir, Indonesia mengimpor 26 persen gandum dari Ukraina. Kenaikan harga gandum akan berpengaruh pada harga mi instan yang menjadi makanan ramah kantong bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.Â
Sementara itu Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) melaporkan, setakat ini sekitar 1.200 ton gandum dari Ukraina tertahan akibat konflik terkini.Â
Ada secercah kabar gembira bahwa impor gandum dari Ukraina dapat mudah digantikan oleh produsen gandum lain. Beberapa negara yang dinilai berpotensi menggantikan posisi Ukraina adalah Australia, Brasil, Argentina, Kanada, dan India.
Akan tetapi, harga gandum global mungkin akan naik. Apalagi bila konflik Rusia dan Ukraina terus berlanjut dalam waktu yang tidak bisa kita prediksi.Â
Lebih dari itu, impor pangan dari luar negeri sejatinya menandakan bahwa kedaulatan pangan Indonesia masih jauh dari harapan kita.Â
Mi instan dan ketergantungan masyarakat Indonesia padanya
Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2021, setiap penduduk Indonesia mengonsumsi 48 bungkus mi instan dalam setahun. Konsumsi mi instan seluruh Indonesia mencapai 13,2 miliar bungkus.
Indonesia berada pada peringkat kedua konsumsi mi instan terbanyak di dunia dengan konsumsi 12.640 juta porsi pada tahun 2020.
Posisi pertama dipegang China/Hong Kong dengan jumlah 46.350 juta porsi. Pada 2021 Indonesia mengimpor 31 ribu ton gandum.Â