Kiat menghindari jebakan writing shaming
Di dalam hati, saya pun sejujurnya pernah menanam bibit writing shaming kala membaca tulisan yang "cuma begitu doang". Â Akan tetapi, sejauh masih dalam pikiran dan belum saya ungkapkan secara nyata, writing shaming itu belum terjadi.
Inilah tiga kiat menghindari jebakan writing shaming:
Pertama, tahan diri dan hindari reaksi spontan setelah membaca tulisan
Kadang memang kita ingin sekali segera menanggapi tulisan seseorang. Akan tetapi, ada baiknya kita tahan diri dulu. Hindari reaksi spontan setelah membaca tulisan.
Beri jeda waktu sebelum berkomentar jika Anda merasa kesal dengan tulisan seseorang. Jangan membalas secara kasar, bahkan jika tulisan itu menyinggung Anda. Bisa jadi penulisnya juga khilaf.Â
Laporkan pada pengelola jika tulisan itu sungguh "fatal". Jika merasa tidak setuju atau marah, jangan malah berulang-ulang membaca tulisan itu atau malah membagikannya pada orang banyak untuk mempermalukan penulisnya.
Kedua, beri masukan secara pribadi pada penulisnya
Jika memungkinkan, berilah masukan secara pribadi kepada penulisnya. Jangan mengumbar "aib" orang dengan kalimat-kalimat yang menyinggung.Â
Jika tidak setuju, bisa juga membuat artikel balasan atau artikel tanggapan sebagai proses dialog intelektual. Perbedaan pendapat adalah kekayaan. Balas tulisan dengan tulisan yang berbobot dan "adem". Hindari argumentum ad hominem yang menyerang pribadi penulis alih-alih mengulik argumentasi si penulis.Â
Ketiga, tempatkan diri Anda sebagai penulis yang ingin Anda koreksi