Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Anak Desa Juga Bisa, Kisahku Mengatasi Rasa Minder Kala Bersekolah di Kota

22 April 2021   11:50 Diperbarui: 23 April 2021   06:29 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah anak desa mengatasi rasa minder bersekolah di kota - Pexels.com

Dear diary, 

Menurut banyak orang, anak desa kalah segalanya dibanding anak kota. Akses pendidikan anak kota jauh lebih baik sehingga anak kota unggul dibandingkan anak desa. Benarkah selalu demikian?

Bagaimana pengalamanku mengatasi rasa minder sebagai anak desa yang pindah sekolah ke kota? Apa saja sikap yang perlu kita miliki untuk bisa mengatasi rasa minder dan rendah diri?

Tumbuh di sebuah kota kecil di timur Yogyakarta, aku mengalami keseharian sebagai anak desa bersahaja. Waktu kecil, aku menikmati betul masa bermain dan belajar bersama anak-anak kampung. Bermain "jamuran", gobak sodor, jethungan delikan (petak umpet), dan kelereng. 

Anak desa bermain - Photo by Christoffer Zackrisson on Unsplash
Anak desa bermain - Photo by Christoffer Zackrisson on Unsplash
Masa TK sampai SD kelas V aku nikmati tanpa banyak berpikir soal prestasi di sekolah. Segalanya berubah ketika aku pindah ke Kota Yogyakarta sejak kelas VI, demi pendidikan yang lebih baik.

Waktu itu memang terasa sekali perbedaan antara sekolah di kabupaten dan di pusat provinsi. Sekolah di provinsi jauh lebih berprestasi. Tampak dari raihan angka Nilai Ebtanas Murni (NEM) dan prestasi lomba.

Rasa minder sebagai anak dari desa

Aku diterima di sebuah sekolah dasar swasta di kawasan dekat terminal (lama) Umbulharjo. Aku ingat hari-hari pertamaku di sekolah baru tidaklah mudah. Ada rasa rendah diri atau minder sebagai anak (dari) desa. 

Untunglah aku mendapat guru wali kelas yang baik hati. Seorang ibu guru yang perhatian. Yang paling aku ingat adalah bahwa ibu wali kelasku sering memuji siswa-siswinya.

"Wah, bersih sekali hasilmu menyapu. Sampai ke kolong lemari," puji beliau. Pujian-pujian untuk hal-hal sederhana ini yang menyemangatiku untuk jadi siswa yang baik.

Ibu guru memberikan pula kepercayaan padaku untuk jadi petugas upacara. Tugasku adalah membaca Pembukaan UUD. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun