Mentari pagi menerobos dedaunan yang masih kedinginan. Aku bangun dari tidurku. Aku tengok kalender di meja kerjaku. Tiga Oktober.Â
Hari ini aku berencana garap lagi sebuah proyek bangunan di dekat Jalan Paris. Bukan Paris di Perancis. Paris itu singkatan gaul untuk Jalan Parangtritis. Orang Jogja pasti tahu.
Sudah dua tahun ini aku kerja jadi pengawas proyek. Untuk mendukung tim kerjaku, aku rekrut orang-orang tepercaya. Paling mudah, mengajak saudara sendiri jadi tangan kananku.Â
Kuraih ponsel yang sedari tadi tergeletak di meja kecil samping tempat tidurku. Kucari nama Fandi. Jemariku segera bergerak cepat. Mengetik pesan untuk si Fandi, sepupuku yang sedikit lebih muda dariku.Â
"Fan, nanti jam delapan kita jumpa di rumah Pak Broto, ya. Tidak perlu aku mampir ke rumahmu seperti kemarin. Jangan lupa ingatkan Mas Dodo dan Mas Joni agar tidak telat lagi," tulisku.
Pak Broto seorang pensiunan PNS. Dialah pemilik rumah yang perlu kami renovasi.Â
***
Mentari sudah mulai bergerak menuju puncak. Kugeber motor tua warisan ayahku. Meluncur ke lokasi proyek renovasi rumah di Jalan Paris.Â
Begitu tiba di sana, kulihat ada dua motor terparkir di depan pagar rumah. "Mas Dodo, Mas Joni, selamat pagi," sapaku pada dua anak buahku.Â
Mereka menjawab serempak, "Pagi, Pak Kris."
Tak lama, terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah. Aku kenal betul suara langkah itu. Pasti Pak Broto. Benar saja.Â