Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

HIV/AIDS Bukan "Hukuman dari Tuhan", Lalu Apa?

9 September 2019   07:35 Diperbarui: 29 November 2021   20:14 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi HIV/AIDS (Sumber: thinkstock/vchal)

Selain itu, saat ini, ilmu pengetahuan terus mendekat pada penemuan terapi untuk menyembuhkan HIV. Jadi sejatinya, bagi dunia, HIV dipandang pertama-tama sebagai suatu penyakit yang harus dicari obatnya, sama seperti penyakit-penyakit mematikan lainnya. 

Untuk apa menghakimi penderita HIV/AIDS sebagai orang-orang yang dihukum Tuhan? Justru mereka ini harus kita dampingi dan kita semangati.

Kita tahu, tiap orang, juga yang saleh sekalipun, bisa jatuh ke dalam godaan seks bebas dan penyalahgunaan narkoba (dengan jarum suntik tak steril), dua "gaya hidup" rawan penularan HIV. 

Mereka bisa jadi adalah korban pergaulan yang salah atau korban masalah-masalah keluarga. Harusnya kita sebagai "yang kuat" menolong korban "yang lemah", bukan malah mengucilkan mereka dengan stigma-stigma sebagai sampah masyarakat atau pendosa.

Tugas pemuka agama, orang tua, dan pendidik

Hemat saya, pemuka-pemuka agama seharusnya menempatkan isu HIV/AIDS dalam konteks yang tepat. Memang benar, virus ini dapat ditularkan melalui hubungan seks "bebas", akan tetapi bagaimanapun ini hanyalah salah satu cara penularan HIV/AIDS. 

Amat keliru mengatakan bahwa HIV/AIDS adalah hukuman dari Tuhan atau dikehendaki Tuhan sejak awal dunia diciptakan sebagai sarana menghukum para pendosa (seksual). Secara ilmiah, seperti yang telah saya ulas, simpulan ini tidak memiliki pendasaran yang sahih. 

Ceramah keagamaan hendaknya tidak justru memuat stigma bahwa penderita HIV/AIDS pasti adalah pendosa (seksual) yang dihukum Tuhan. Benar bahwa ceramah keagamaan perlu menegaskan pentingnya menghindari dosa seksual, namun tak perlu memuat stigmatisasi pada OHDA.

Hemat saya, pemuka agama justru berkewajiban memberikan edukasi moral agama yang seiring sejalan dengan perkembangan ilmu mengenai HIV/AIDS. Selain itu, bukankah seharusnya pemuka-pemuka agama menebarkan semangat belas-kasih, juga pada siapa pun OHDA, tanpa melihat bagaimana mereka bisa terjangkit penyakit ganas ini?

Orang tua dan pendidik hendaknya membekali diri dengan pengetahuan memadai mengenai HIV/AIDS agar dapat mendidik generasi muda untuk hidup sehat, taat beragama, dan mencintai semua manusia, apa pun penyakit yang mereka derita.

Bagi Anda yang adalah penderita HIV/AIDS atau keluarga OHDA, salam hangat dan doa saya untuk Anda sekalian. Hanya mereka yang mengalami sendiri dari dekat HIV/AIDS atau realitas OHDA yang tahu, betapa sulitnya hidup sebagai penderita HIV/AIDS atau hidup dengan OHDA, terutama di negeri-negeri di mana kadang stigmatisasi masih terjadi, juga atas nama agama, terhadap OHDA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun