Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memimpin Itu Melayani, Mengapa Harus Berambisi?

18 April 2019   16:46 Diperbarui: 18 April 2019   17:01 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Getty Images- Paus Fransiskus (waktu itu uskup Buenos Aires) basuh kaki pecandu narkoba

Gelaran Pilpres dan Pileg baru saja usai. Quick count (QC) dan exit vote (EV) aneka lembaga survei menunjukkan perkiraan hasilnya. 

Ada yang menang. Ada pula yang kalah.

Menariknya, reaksi kandidat terhadap prakiraan hasil Pilpres dan Pileg (versi QC dan EV) amat beragam.

Ada yang diperkirakan menang dan langsung berpesta riang.

Ada yang dinobatkan sebagai pemenang namun tetap tenang.

Ada yang diprediksi kalah namun segera mengakui dengan besar hati bahwa dirinya pantas kalah.

Ada yang dinyatakan sebagai pecundang dan langsung marah-marah menuduh pihak sebelah main curang.

Memimpin Itu Melayani
Hari Kamis ini, umat Katolik merayakan Kamis Putih. Kamis Putih adalah rangkaian Tri Hari Suci yang berpuncak pada Paskah (Kebangkitan Yesus).

Dalam misa atau ekaristi Kamis Putih, dibacakan dan dipentaskan Injil yang berkisah tentang Yesus yang membasuh kaki para murid-Nya.

Yesus bersabda, 

"Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu;
sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu."

(Injil Yohanes 13:14-15)

Membasuh kaki dalam konteks masyarakat Yahudi pada masa Yesus berkarya adalah pekerjaan hina yang hanya dilakukan budak untuk para majikan Yahudi.

Bahkan, budak itu biasanya bukan berkebangsaan Yahudi, namun budak dari bangsa asing. 

Orang Yahudi yang terikat hukum kebersihan ritual tentu takut jadi najis ketika membersihkan kaki majikan. Maklumlah,waktu itu orang bepergian dengan berjalan kaki di jalanan yang kotor dan penuh kenajisan.

Menariknya, Yesus rela merendahkan diri untuk melayani para murid-Nya dengan membasuh kaki mereka.

Yesus mempraktikkan apa yang Ia ajarkan bahwa Ia "datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani..." (Injil Matius 20:28).

Pemimpin itu memang datang untuk melayani, bukan untuk dilayani. Itulah ajaran luhur yang bersifat universal, bukan hanya bagi umat kristiani saja.

Mengapa Harus Berambisi Jadi Pemimpin?
Jika pemimpin itu harusnya melayani, mengapa harus berambisi jadi pemimpin? 

Pemimpin yang menyadari bahwa menjadi pemimpin itu harus melayani sebenarnya tidak perlu berambisi buta untuk terpilih jadi pemimpin.

Pemimpin itu justru yang harus banyak berkorban waktu, tenaga, pikiran untuk kebaikan bawahan dan rakyatnya.

Ia harus rela blusukan, mendengar langsung keluhan bawahan.  

Ia harus jam istirahatnya diganggu demi menanggapi keluhan rakyat yang mendesak harus ditangani.

Ia harus rela merelakan waktu santai bersama keluarga demi tugas pelayanan sebagai pelayan rakyat jelata.

Ia harus rela dicaci oleh rakyat bila dinilai lambat merespon keluhan.

Ia harus berkotor-kotor dan berkeringat demi rakyat.

Singkat cerita, jadi pemimpin yang melayani itu menuntut banyak pengorbanan diri. 

Menyitir Dilan, tokoh fiksi pujaan milenial, 

"Jangan jadi pemimpin rakyat. Berat. Kamu nggak akan kuat. Biar aku saja!"

Nah, mengapa berambisi buta jadi pemimpin rakyat? 

Apa yang dicari dengan menjadi pemimpin? Apakah sungguh mau melayani atau justru ingin makin dilayani?

Apa sungguh mau berkeringat untuk rakyat atau menuntut rakyat memberi hormat?

Tanyakan saja pada pedangdut cantik yang sedang bergoyang...

Kalau kita tanya pada Dilan soal apa dia mau jadi presiden yang harus mencintai rakyatnya, ia menjawab begini:

cewekbanget.id via today.line.me
cewekbanget.id via today.line.me

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun