Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Suatu Pagi di Rumah Istri Napi

3 Maret 2019   05:46 Diperbarui: 3 Maret 2019   22:02 2769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi rumah miskin-buanaindonesia.co.id

[Seri Kisah Minggu Pagi-2, lanjutan dari sini]

Ibadat Jumat siang di aula sebuah penjara baru saja usai. Para napi Kristen dan Katolik itu lantas kami ajak berbincang. Karena saya sudah beberapa kali datang bersama tim Bimbingan Masyarakat Katolik ke penjara itu, rasa canggung untuk ngobrol dengan para napi sudah tak lagi terasa.

Lelaki muda berkisah

Seorang napi lelaki yang masih muda mendekat. Setelah basa-basi usai, saya bertanya, "Mas, kok bisa sampai dipenjara kenapa?"

Sebuah pertanyaan yang sensitif bagi sebagian tahanan, namun saya berani lontarkan, sekadar untuk memancing obrolan. 

"Saya dulu tenaga penjualan sebuah perusahaan alat kesehatan di kota ini. Lumayan penghasilan saya" kenangnya.

"Karena tergoda dapat uang banyak, akhirnya saya gelapkan uang hasil penjualan. Setelah berjalan beberapa bulan, pimpinan mengetahui kelicikan saya. Saya dilaporkan ke polisi. Akhirnya, saya sampai di penjara ini," lanjut si napi dengan nada sesal.

shutterstock.com
shutterstock.com
Saya menghela nafas. "Lalu, keluarga Mas di rumah bagaimana keadaannya?", selidik saya.

"Nah, itulah yang jadi masalah. Istri saya hamil tua. Saya tak tahu bagaimana mencari uang untuk biaya persalinan...", kata calon bapak ini dengan nada sedih.

Mendengar penuturan itu, saya pun terdiam sejenak. Saya juga tak tahu harus membantu dengan cara apa. Saya masih dalam pendidikan calon pastor waktu itu.

"Ya sudah, Mas. Coba beri alamat dan peta jalan ke rumah keluarga. Nanti saya dan teman-teman kunjungi istri Mas," kata saya waktu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun