Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

BPPT Sebut Indonesia Darurat Energi dan Butuh 8.000 MW PLTN

28 September 2018   13:44 Diperbarui: 2 Oktober 2018   10:48 2167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3 - Sambutan menteri ESDM pada Buku Putih PLTN 5000 MW

 Ketiga, Opsi terakhir bukan masalah lagi; Sebelumnya persoalan PLTN selalu di benturkan kepada klausul "opsi terakhir" (pasal 11 ayat 3, PP 79/2014) padahal dalam penejelasan pasal tersebut di jelaskan "Namun demikian dalam hal telah dilakukan kajian yang mendalam... serta adanya kepentingan nasional yang mendesak, maka pada dasarnya Energi Nuklir dapat dimanfaatkan". Artinya PLTN dapat di manfaatkan bila ada 2 kondisi yaitu Kajian yang mendalam atau keadaan mendesak.

Wamen ESDM mengatakan "Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) harus benar-benar memerhatikan aspek komersial dan jangan selalu berkutat pada pertanyaan apakah pembangkit listrik tersebut boleh dibangun" seperti di kutip Media Jurnalis, 3/11/2017. -- Jelas dari statemen wamen tersebut bukan lagi isu opsi terakhir tetapi isu murah apa tidak. Bila murah dapat di bangun.

Bahkan dalam Kajian regulasi tentang PLTN yang lakukan oleh Bapennas menyimpulkan bahwa landasan hukum pembangunan PLTN sudah sangat kuat dan klausul opsi terakhir dalam PP 79 tidak dapat menghalangi. Pemerintah tidak perlu ragu-ragu.  (Policy Brief Bapennas no 2/2016).

Keempat, bangun generasi IV; Selama ini yang selalu di wacanakan adalah PLTN generasi III atau III+ atau yang sudah beoperasi secara komersial, yang sebagian besar adalah reaktor berpendingin air (PWR dan BWR) tetapi persoalannya PLTN konvensional tersebut tidak mungkin dapat menjual listriknya di bawah $7 cent per kwh sebagaimana di inginkan oleh ESDM dan PLN. -- Hal ini berbeda dengan PLTN Gen IV seperti MSR yang memang menjadikan bersaing dengan batubara menjadi design parameter sehingga menjual listik di bawah $7 cent bukan sebuah masalah.

Berikutya isu keselamatan yang di angkat oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang mengharapkan bahwa PLTN yang di bangun memiliki sistim keselamatan pasif dan sistim keselamatan dapat bertahan tanpa daya listrik minimal 14 hari. Tentunya kedua kondisi tersebut, ekonomis dan keselamatan pasif tidak mungkin dapat di capai oleh PLTN konvesional yang beroperasi saat ini. Satu-satunya yang mungkin adalah PLTN generasi IV, seperti salah satunya Molten Salt Reactor (MSR).

Konsekuensinya bila PLTN generasi IV yang di bangun maka harus ada banyak perubahan dalam regulasi perjinan BAPETEN, yang berbasis PLTN berpendingin air (LWR) dimana jelas beda sama sekali. Regulasi PLTN berpendingin air tidak dapat di pakai untuk menilai PLTN berpendingan non-air. Sama seperti sebuah mobil listrik di uji dengan parameter kendaraan bermesin bensin, sehingga membuat mobil listrik tersebut tidak lolos karena tidak dapat di uji emisi -- Aneh tapi nyata, kejadian ini terjadi pada mobil listrik Dahlan Iskan (23/06/15).

Kelima, Regulasi yang mendukung industri dan teknologi baru; Dalam talkshow "Perpesktif PLTN Pertama di Indonesia" yang di adakan oleh UGM pada tanggal 26/09/18, Kepala BAPETEN Prof Jazi Eko Istiyanto mengatakan bahwa regulasi bila di perlukan bisa dirubah kapan saja, dan regulasi akan di pangkas sesingkat mungkin agar bisnis nuklir semakin marak (Gambar 5).

Gambar 5 - dok pribadi
Gambar 5 - dok pribadi
Statemen Kepala BAPETEN ini tentunya ini merupakan angin segar bagi investor PLTN yang ingin membangun PLTN Gen IV. Jelas telah terjadi sebuah reformasi dalam tubuh BAPETEN karena dalam dokumen BIN tentang Ketahanan Energi (2015), di katakan salah satu kesulitan implementasi PLTN di Indonesia adalah membutuhkan waktu 17 tahun untuk BAPETEN melakukan proses perijinan. - Saat ini dalam berbagai forum bila BAPETEN di tanyakan pertanyaan berapa lama, dijawab dalam waktu 5 - 6 tahun, yang masih dalam batas kewajaran.

Hampir semua pihak setuju, termasuk NRC sendiri, regulator Nuklir AS, bahwa salah satu yang mendongkrak biaya pengembangan PLTN menjadi mahal luar biasa adalah regulasi yang berbelat belit tanpa ada kepastian waktu dan biaya. - Benar sekali statemen Kepala Bapeten, seharusnya regulasi menstimulasi dan mendorong tumbuhnya industri Nuklir bukan justru menghambat.

Oleh sebab itu sikap Kapala BAPETEN tersebut perlu di berikan jempol karena memang di beberapa negara seperti Canada dan Amerika pengembangan PLTN  Generasi IV sedang dilakukan termasuk regulasi yang di butuhkan. 

ThirdWay, sebuah organisasi pro-nuklir mengatakan bahwa  dalam 20 tahun kedepan, Industri Nuklir akan di dominasi oleh reaktor maju (Gen IV), indikasinya terlihat dalam 5 tahun terakhir di Amerika dan Canada telah berdiri 50 perusahaan nuklir baru yang telah menghabiskan dana $1,3 Milyar tanpa bantuan pemerintah . Tetapi untuk itu dapat terjadi regulasi nuklir harus berubah karena saat ini justru menghambat perkembangan teknologi nuklir maju. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun