Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tantangan Multikulturalisme di Sekolah

14 April 2021   14:29 Diperbarui: 14 April 2021   14:34 2082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:https://mengeja.id/

Bagaimana prospek efektivitas dari SKB Tiga Menteri ini dalam merawat dan menguatkan nilai-nilai multikulturalisme di sekolah, tentu saja waktu yang akan menjakwabnya. Meskipun demikian, prospek efektivitas kebijakan bisa dianalisa dengan pendekatan pemikiran teoritik Merilee S. Grindle bahwa dua faktor utama yang mempengaruhi efektif atau tidak efektifnya sebuah implementasi kebijakan publik, yaitu seperti apa konten-nya dan bagaimana konteks yang melatar belakangi pembuatan dan implementasi kebijakannya (Grindle 1980). Konten kebijakan dari SKB Tiga Menteri ini menempatkan isue multikultiralisme di sekolah sebagai substansi kebijakan. Melalui pelaksanaan kebijakan SKB ini diharapkan terjadi penguatan nilai-nilai multikulturalisme di sekolah. Meskipun akan menghadapi tantangan yang tidak mudah, mengingat pemerintah daerah dan sekolah sebagai implementator kebijakan pada saat yang sama menjadi bagian dari pelaku pengabaian atas nilai-nilai multikulturalisme di sekolah. Kondisi ini merupakan konteks yang akan mempengaruhi keefektifan dari implementasi kebijakan. Dalam hal ini, organisasi Perhimpunan Guru misalnya, meragukan SKB Tiga Menteri ini karena kendala pengawasan dan rumusan sanksi yang tidak jelas (www.cnnindonesia.com).

Keraguan Perhimpunan Guru ini masuk akal, mengingat bahwa isue sepenting ini hanya diatur dengan Surat Keputusan Bersama. Padahal cakupan area implementasi kebijakan-nya begitu luas, mencakup sekolah-sekolah negeri diseluruh pelosok tanah air. Wajar jika Perhimpunan Guru mempertanyakan nantinya siapa yang akan mengawasi serta memastikan sekolah menjalankan kebijakannya? Ini baru satu aspek teknokratis pengawasan, belum soal isi kebijakannya, bagaimana pula kesiapan perangkat SDM nya, serta dukungan budaya masyarakat.

Selain menggunakan teori implementasi kebijakan Grindle, prosepek keberhasilan SKB Tiga Menteri ini juga bisa dipotret dengan teori sistem hukum yang diperkenalkan oleh Friedman. Jika menggunakan tiga parameter sistem hukum dari teori Lawrence Friedman ini, maka prospek efektifitas kebijakan SKB Tiga Menteri ini dapat dilihat secara lebih kritis apakah pilihan bentuk dan isinya sedemikian rupa telah cukup ideal sebagai instrumen untuk membangun. merawat atau memperkuat nilai-nilai multikulturlalisme di sekolah ? Apakah masalah yang sangat mendasar seperti ini cukup hanya diatur dengan Surat Keputusan bersama? Bagaimana dengan struktur pelaksananya? Seperti apa pula kesiapan perangkat aparatur dalam penegakan SKB Tiga Menteri ini?

Sebelumnya telah disebutkan bahwa tantangan dari implementai kebijakan SKB Tiga Menteri ini adalah ketika pada saat yang sama Pemda dan Sekolah tertentu sebagai implementator kebijakannya adalah sekaligus sebagai pelaku kebijakan yang menjauhkan nilai-nilai mutikulturaisme. Padahal pada saat yang sama terdapat disparitas penyikapan dan pemahaman yang beragam di tengah-tengah masyarakat? Cukupkah internalisasi nilai-nilai multtikulturalisme ini ditanamkan dengan pendekatan sanksi, atau pembinaan yang sesederhana itu oleh Kementerian Agama? Bagaimana dengan masyarakat di luar sekolah? Siapa yang akan menggarap ini? Berbagai pertanyaan kritis ini bisa menuntun kita pada potret efektivitas kebijakan SKB Tiga Menteri ini pada masa yang akan datang, mengingat untuk menilai kebijakan memerlukan waktu yang patut bagi kebijakan dimaksud untuk diimplementasikan terlabih dahulu.

Kesimpulan

Multikulturlisme adalah paham yang mengakui keberagaman kultural sebagai kenyataan. Dimensi multikulturalisme bersifat tradisional  seperti  keberagaman  suku,  ras,  dan  agama,  ataupun berdimensi bentuk-bentuk kehidupan (subkultur)  yang  muncul dalam kehidupan masyarakat. Multikulturwlisme menjadi syarat penting terjadinya hubungan interkultural yang harmoni dalam sebuah negara. Oleh karena itu, sekolah sebagai tempat pendidikan generasi muda menjadi arena sangat penting untuk menanamkan dan menyebarluaskan pemahaman ini.

Praktik-praktik yang menjauh dari nilai multikulturalisme di sekolah menimbulkan pragmentasi sosial yang tidak hanya mengancam harmoni tetaapi sekaligus berpotensi menimbulkan pergesekan dan konflik. Response pemerintah melalui penerbitan kebijakan berupa SKB Tiga Menteri Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerinta Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, adalah upaya untuk menanamkan dan merawat kembali nilai-nilai multikulutalisme di sekolah, meskipun pilihan format dan isinya masih terbatas. Pada saat yang sama, tantangan yang dihadapi juga tidak mudah, mengingat pemerintah daerah dan sekolah merupakan sebagai implementator juga berkeduduka sebagai pihak yang selama ini terkait dengan praktik-praktik menjauhi multikultualisme itu sendiri. Di sisi lain, masih banyak ditemukan budaya hukum masyarakat yang sebagian masih belum sejalan dengan tujuan kebijakan tersebut menjadikan peluang efektivitas kebijakan SKB Tiga Menteri ini masih harus menghadapi tantangan yang berat dan jalan yang berliku.

Oleh karena itu, kedepan dari sisi format, isi dan subtansi hukum yang terkandung dalam SKB 3 Menteri ini perlu dilakukan penguatan. Demikian juga struktur, SDM dan sarana untuk mendukung implementasi kebijakan ini perlu disuapkan sedemikian rupa. Pemerintah bisa lebih proaktif melakukan penyiapan dan pengembangan struktur dan SDM untuk mendukung impleentasi kebijakan ini. Terakhir, pada bagian paling mendasar, internalisasi niai-nilai multikulturalisme perlu ditanamkan melalui disain program yang lebih strategis dan sistematis, termasuk penggalangan counter discourse di berbagai platform media sosial untuk mengimbangi penyebaran konservatisme dan praghmatisme di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad W, R Willya dkk (2019), Potret Generasi Milenial Pada Era Revolusi Industri4.0, Jurnal Pekerjaan Sosial, Vo.2 No.2, hal 187-197, Desember 2019.

Grindle, Merilee S 1980, Politics and Policy Implementation in the Third World, Princeton University Press, New Jersey.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun