Mohon tunggu...
Anita Baker
Anita Baker Mohon Tunggu... -

i love blue

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kerugian Yang Tidak Berdasar

10 September 2014   20:54 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:05 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Medan, kota yang indah. Ini benar ternyata. Sebagai pecinta traveler dan sedikit-sedikit menulis perjalanan, senang bisa kembali mengunjungi Medan untuk kali kedua. Tadinya ke Medan hanya iseng diajak teman liburan.

Satu cerita yang menarik di Medan, adalah cerita dari teman bahwa Medan kerap terjadi mati lampu. Sedikit-sedikit browsing apa penyebab mati lampu itu, sampailah saya pada kasus LTE PLTGU Belawan. Konon, akibat persidangan perkara LTE di Pengadilan Tipikor Medan ini, para tenaga ahli PLN ketakutan dalam bekerja melayani kebutuhan listrik untuk masyarakat Sumatera Utara.

Kebetulan hotel tempat saya menginap tak jauh dari Pengadilan Tipikor, waktu saya yang longgar memungkinkan untuk saya main ke persidangan kasus LTE PLTGU Belawan. Saya cukup meminati kasus-kasus pengadilan.

Dari hasil browsing, dapat informasi PLN dianggap melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pengadaan alat LTE dimana pada saat itu tender tersebut dimenangkan oleh Mapna Indonesia. Disinyalir adanya dugaan merugikan keuangan negara pada pemilihan tender tersebut. Kejaksaan juga menduga PLN melawan hukum dengan melakukan pemilihan langsung dimana sebelumnya sistem tender dilakukan dengan penunjukan langsung.

Sebelumnya saya juga sudah sering baca artikel mengenai kasus tersebut karena menurut saya sangat menarik. Kasus ini tidak jauh beda dibandingkan kasus IM2, Chevron, dan Merpati. Persamaannya adalah sama-sama kasus yang dikriminalisasi. Jiwa jurnalis saya semakin menggebu ketika mengetahui akan ada persidangan mengenai kasus ini.
Pertama sampai di pengadilan suasana disana sangat ramai. Siang itu ada keterangan dari para terdakwa. Hal yang paling membuat saya terenyuh yaitu seorang terdakwa dari PLN hampir meneteskan air mata ketika menyampaikan keterangan bahwa ia bersumpah tidak pernah melakukan tindakan korupsi. Ia didakwakan melakukan korupsi dengan memperkaya diri sendiri dan pihak lain. Anehnya ia terbukti tidak menerima uang yang disinyalir hasil korupsi tersebut, lantas apabila ia hanya ingin memperkaya pihak lain lalu melakukan tindakan korupsi terdengar sangat janggal. Masalahnya apabila terdakwa benar-benar melakukan tindakan korupsi untuk memperkaya pihak lain namun tidak mendapatkan feed back atau "persenan" kan aneh. Satu hal yang saya sangat sayangkan disini kejaksaan tidak mau mengusut motif apabila terdakwa ini benar adanya melakukan korupsi.
Selain itu, jaksa juga menanyakan mengapa PLN melakukan pemilihan langsung terhadap Mapna. Seperti banyaknya pemberitaan cetak maupun online, kita mungkin bisa mengetahui alasan tersebut. Pemilihan Mapna dikarenakan 3 vendor lainnya tidak bisa memenuhi persyaratan dari PLN. Dikarenakan semakin kurangnya pasokan listrik di Sumatera Utara membuat PLN harus membuat keputusan tegas untuk langsung memilih Mapna. Lagi pula Siemens, sebagai vendor yang biasa mengadakan alat tersebut, memberi harga yang sangat tinggi diatas budget PLN dan tidak mau memberikan garansi waktu dan jaminan untuk alat tersebut. Lain halnya dengan Mapna, sebagai perusahaan yang sudah memiliki lisensi dari Siemens, mereka mampu mengadakan alat tersebut jauh lebih murah dengan garansi mesin dan jaminan waktu pengerjaan.

Logika singkat saya menangkap ini adalah pilihan yang paling tepat. Dibandingkan harus bernegoisasi terus-terusan dengan Siemens yang memakan waktu sangat lama bisa membuat optimalisasi daya listrik di Medan semakin terbengkalai. Hal ini senada dengan pernyataan terdakwa bahwa PLN berusaha semaksimal mungkin untuk mempercepat pengadaan alat tersebut dikarenakan defisit listrik di Medan semakin mengkhawatirkan. Ironinya, pada saat persidangan pun sering terjadi pemadaman listrik. Hal ini dikarenakan alat tersebut disita oleh kejaksaan serta beberapa tenaga ahli PLN dalam bidang tersebut juga ditahan. Lantas bagaimana optimalisasi ini bisa terjadi kalau usaha PLN sendiri terkesan di halang-halangi. Terdakwa juga dengan tegas mengungkapkan bahwa ia hanya bekerja sebagaimana mestinya dan tidak memiliki niat untuk melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun sungguh sangat disayangkan, saat ini siapapun bisa dijadikan objek hukum.
Sidang sempat ditunda hingga malam hari untuk mendengarkan keterangan saksi ahli. Disini saya sangat banyak mendapatkan ilmu mengenai korporasi dimata hukum dan audit keuangan pemerintahan.
Terkait masalah kerugian negara yang didakwakan oleh kejaksaan di sanggah habis-habisan oleh saksi ahli.

Salah satu saksi ahli yaitu Dani Sudarsono, mantan Deputi Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bidang Pengawasan Pengeluaran Pusat dan Daerah. Ia menegaskan, BPKP tidak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menghitung kerugian negara dalam dugaan korupsi PLN. Hal ini terkait penilaian kejaksaan yang menyatakan PLN merugikan negara berdasarkan hitungan dari BPKP. Ia juga menyampaikan tidak pernah menemukan adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan BPKP untuk melakukan pemeriksaan atas BUMN. Menurut beliau isntansi yang berhak melakukan pemeriksaan kerugian negara atas kasus korupsi hanya BPK. Hal ini sesuai dengan Keppres No.42 Tahun 2001, BPKP tidak lagi mempunyai kewenangan secara hukum atas kegiatan pemeriksaan. Dugaan kerugian negara ini menjadi sedikit rancu dikarenakan pemeriksaan keuangan negara tersebut dilakukan oleh pihak yang tidak melakukan audit investigasi. Bisa disimpulkan bahwa dugaan merugikan negara bisa jadi dugaan yang menyesatkan dikarenakan tidak mencantumkan informasi yang sebenarnya.

Senada dengan saksi ahli sebelumnya, ahli hukum koorporasi Dr Gunawan Widjaja dalam kesaksiannya  juga menyatakan dalam perkara LTE PLN tidak ada kerugian negara yang tejadi. Bagaimana bisa negara mengalami kerugian padahal anggaran yang digunakan oleh PLN merupakan anggaran internal. Merujuk pada UU No.19 Tahun 2003 (UU BUMN), UU No.17 Tahun 2003 (UU KN) tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah (PP) No.12 Tahun 1998, serta Putusan MK No.77/PUU-X/2011, sudah sangat jelas bahwa yang menjadi keuangan negara dalam perusahaan perseroan adalah saham milik negara di persero. Dengan tegas ia menyampaikan bahwa kerugian negara di persero berarti hilangnya saham milik negara pada persero. Sementara harta kekayaan persero bukanlah kuangan negara. Berkurangnya kekayaan persero tidak menyebabkan berkurangnya saham negara, sehingga dalam perkara PLN tidak ada kerugian negara yang muncul. Dr Gunawan juga menyayangkan mengapa sangat sering terjadi pemaksaan kasus hukum di lingkup BUMN. Pada dasarnya BUMN adalah perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan dan bersaing dalam lingkup bisnis. Apabila sedikit inisiatif dari perusahaan untuk lebih maju lalu di sangkut pautkan dengan masalah hukum, kapan majunya BUMN di Indonesia. Saya sangat setuju dengan pendapat ini karena terlalu gampangnya seseorang menjadi objek hukum bisa menimbulkan rasa kekhawatiran bagi perorangan lainnya untuk mengambil langkah lebih baik untuk kemajuan korporasi.
Kesimpulan dari hasil persidangan yang saya datangi kemarin, saya yakin PLN  hanya korban kriminalisasi dalam kasus ini. Kasus ini terkesan sangat dipaksakan. Ini semakin terlihat ketika jaksa memaksakan pendapatnya kepada para saksi ahli dan terkesan sedikit offensive. Tapi hal ini selalu dibantah oleh saksi ahli, Saya curiga ada beberapa pihak yang memang sengaja menjadikan para terdakwa sebagai objek hukum untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Inginnya saya agar keadilan bisa terlaksana sebagaimana mestinya dalam kasus ini. Saya semakin tertarik mengikuti perkembangan persidangan ini karena sangat membuka wawasan mengenai hukum dan korporasi di negeri ini. Semoga saya bisa membuat lanjutan artikel ini seiring perkembangan persidangan di pengadilan.


Referensi:
http://analisadaily.com/news/read/bpkp-tidak-berwenang-hitung-kerugian-negara-perkara-pln/62613/2014/09/10
http://www.gebraknews.com/2014/08/karena-kalah-bersaing-pt-siemens.html
http://news.bisnis.com/read/20140709/355/242026/kasus-pltgu-medan-ini-alasan-pln-lakukan-pemilihan-langsung-mapna
http://www.medanbagus.com/read/2014/07/02/24294/Siemens-Tak-Penuhi-Persyaratan,-Alasan-PLN-Pilih-Mapna-


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun