Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Bisnis Tokek

16 April 2024   19:13 Diperbarui: 17 April 2024   14:10 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang laki-laki tua memegang seekor Tokek diolah menggunakan Ai Bing (Dokumen pribadi)

"Dengar-dengar sih, punyanya Suami Ibu Siti Nazoratin. Dia menemukan tanpa sengaja, saat bekerja ditengah hutan, membuat pemukiman warga transmigrasi Paklik." 

"Oohhmm, kalau benar apa yang kamu ceritakan, Ibu Siti Nazoratin dan suaminya, bakal jadi orang kaya baru (OKB) didesa kita!"

"Iya Paklik, beliau berdua bakal menerima uang milyaran dari hasil penjualan tokek." 

"Iya, hmm, itu memang rejekinya, Wakidi, suaminya Ibu Siti Nazarotin. Ehh.., masuk hutan, malah dapat tokek pembawa rejeki." ujar Paklik Rasidi, sambil menghembuskan rokok kretek yang diisapnya.

***

Paklik Rasidi menerawang pikirannya kemana-mana. Dalam dunia bisnis tokek bersama mas Giman, keduanya sudah malang melintang. Namun sampai hari ini, belum ada yang gol!. Istilah para pencari tokek, kalau usahanya berhasil.


Jangan ditanya berapa biaya yang mereka keluarkan mencari tokek. Pergi kesana-kemari. Sampai beberapa kapling tanah sawah Paklik Rasidi, ludes terjual. 

Begitupula dengan Mas Giman, bengkel usaha untuk menghidupi keluarganya, juga ikut terjual. Dua bulan lalu, sepulang mencari tokek di daerah berau, isterinya ngamuk dan minta cerai.

Jadilah keduanya, senasib sepenanggungan. Seakan dua batang korek api dalam kotak yang sama, terbakar bersama saat api kehidupan menyala. Dan bersama-sama menjadi abu ketika nyala itu padam.

***

Selain itu, mas Giman dan Paklik Rasidi, resmi menjadi Pengacara (Pengangguran banyak acara). Acara berburu tokek. Tetapi sekarang mereka mati kutu. Tidak bisa berpergian kemana-mana, karena uang modal mereka dari hasil menjual tanah sawah dan bengkel, hampir habis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun