Mohon tunggu...
Alit Aja
Alit Aja Mohon Tunggu... wiraswasta -

dengan bahasa bisa cerdas, bahasa mencerdaskan mental

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hujan Libur

22 Desember 2014   21:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:42 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419233138500223840

Sejak dilahirkan, saya hanya mengenal musim kemarau dan musim hujan. Sekali-kali ingin merasakan musim lain yang populer di negara masing-masing pemilik musim. Sampai sekarang, belum pernah merasakan perbedaan musim di negara lain, sungguh kasian amat yah.

Jadi ingat novel Multatuli, salah satu kalimatnya, "..... orang Eropa bersenang-senang atas penderitaan petani Lebak (Banten) ....". Mereka kerja keras menanam kopi, lada, kakaw, cengkeh dan lainnya. Rempah-rempah itu dibeli dengan harga murah bahkan sangat murah, kemudian diangkut ke Belanda.

Konon katanya, masyarakat Eropa pun hidup senang setiap pergantian musim. Musim semi duduk selonjoran di depan perapian sambil menikmati secangkit teh dari Bogor, menghisap cerutu dengan kualitas tembakau nomor satu dari Kudus.

Kenikmatan mereka, mungkin saja berlanjut sampai hari ini dengan segala barang-barang kualitas nomor wahid. Sementara, para penghasil rempah-rempah di belahan negara "primitif" semakin tertinggal jauh dari aspek keilmuan (sumber daya manusia) juga pengelolahan hayati (sumber daya alam).

Ketika terjadi perlawanan sporadis atas tata kelola negara yang belum terbentuk, sampai sekarang masyarakat Indonesia seolah-olah (mungkin) terjadi pembiaran teramat sangat atas hak hidupnya. Istilah sekarang yang populer, negara tak pernah hadir di tengah-tengah masyarakat.

Saya pikir sejak berdiri negara Indonesia sampai sekarang memang tidak pernah mengurus rakyatnya. Terasa bombastis dan mengada-ngada pikiran saya itu. Tapi kalau dirasakan, bukan dipikirkan lagi tentu objektifitasnya terasa tergerus dan bodoh.

Jika sekarang, media asik mengemukakan bahwa tata kelola negara didasarkan mapia-mapia parsial. Konon katanya ada mapia gula, minyak, garam dan lain sebagainya. Pertanyaannya, kenapa harus ada mapia usaha? Apakah betul kita butuh mapia untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat?

Betul atau salah, saya hanya berpikir seluruh kesalahan atas tata kelola negara adalah pemerintah berikut elemen pemerintah lainnya. Jika negara dikelola baik oleh pemerintah bersama elemen lainnya, tentu hasilnya akan baik dan mampu memakmurkan rakyatnya.

Seperti sekarang, musim penghujan masih terus berlangsung sampai (mungkin) Maret atau Juni tahun depan. Jika negara dikelola dengan baik takan mungkin melahirkan banjir, bencana tanah longsor atau jembatan putus. Semua akan baik-baik saja.

(Mungkin) setiap musim penghujan, saya bisa duduk enak di depan tungku api sambil menikmati singkong bakar campur keju, kakaw, teh hangat ato kopi harum dan rokok berkualitas tinggi, menunggu hujan reda. Berbincang dengan istri dan anak bersenda gurau.

Tapi kenyataannya apa? lacur ......... sejak Soekarno jadi presiden dan dilanjut penguasaan oleh Soeharto 32 tahun ditambah Gusdur + Megawati disambung 10 tahun SBY, tak mampu mengurus negara dan rakyatnya dengan baik.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun