Mohon tunggu...
Gayuh Arya Hardika
Gayuh Arya Hardika Mohon Tunggu... Pengamat dan Praktisi Hukum

Simple, Humble and Warm | lurah.dargombes@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Makan Bergizi Gratis: Upaya Perluasan Perwujudan Keadilan Sosial

16 Oktober 2025   00:45 Diperbarui: 16 Oktober 2025   00:45 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pembangunan sumber daya manusia yang unggul merupakan pilar utama visi Indonesia Emas 2045. Namun, dalam mencapai visi tersebut, tantangan fundamental yang dihadapi Indonesia adalah beban ganda masalah gizi (multiple burden of malnutrition), yaitu stunting (tengkes) dan wasting (gizi kurang) yang masih prevalen pada anak-anak, remaja dan ibu hamil---terutama yang berasal dari kalangan ekonomi lemah, serta meningkatnya obesitas dan penyakit tidak menular terkait gizi pada populasi dewasa.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah membuat kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai implementasi program perbaikan gizi dengan sasaran: peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan pesantren; anak usia di bawah lima tahun; ibu hamil; dan ibu menyusui. Penetapan kelompok sasaran yang spesifik ini menunjukkan fokus intervensi program yang diarahkan pada periode emas pertumbuhan manusia (golden age), sebuah strategi hulu yang bertujuan untuk mencegah masalah gizi seperti stunting dan membangun fondasi sumber daya manusia yang berkualitas untuk jangka panjang.

Terlepas dari berbagai masalah yang ada pada tataran pelaksanaan MBG di lapangan---khususnya fenomena keracunan massal siswa-siswi sekolah di berbagai kabupaten/kota yang mengonsumsi menu MBG, yang itu menunjukkan bahwa sistem dan tata kelola MBG perlu dilakukan banyak perbaikan---tekad dan keberanian pemerintah membuat kebijakan MBG layak diapresiasi. Bagi saya pribadi, MBG bukan hanya tentang program untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, melainkan lebih prinsipil berupa upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan upaya perluasan perwujudan keadilan sosial, serta memperlakukan anak-anak bangsa secara adil dan beradab.

MBG merupakan salah satu upaya mewujudkan hak ekonomi, sosial dan budaya sesuai mandat konstitusi dalam Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, serta Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 11 Tahun 2005. Selain itu juga upaya perwujudan perlakuan negara kepada rakyat yang berbasis nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, serta berkeadilan sosial.

Pembentukan negara Republik Indonesia oleh para pendiri bangsa (the founding fathers) didasari cita-cita antara lain terwujudnya kemanusiaan yang adil dan beradab, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945. Cita-cita tersebut bukan mimpi-mimpi kosong, akan tetapi janji agung dan janji suci kepada seluruh rakyat Indonesia, baik yang telah berpulang, yang ada saat ini, maupun generasi yang akan datang.

Kita mungkin tidak bisa mendefinisikan secara tuntas tentang bagaimana kondisi yang dapat disebut perwujudan dari "kemanusiaan yang adil dan beradab" dan "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", karena itu sifatnya dinamis dan dialektis sesuai perkembangan zaman dan peradaban manusia. Terlebih banyak teori dan konsep tentang keadilan yang dibangun dan dikembangkan di berbagai belahan dunia dari waktu ke waktu dalam berbagai corak dan spektrum politik maupun ideologi. Dalam tulisan ini saya mencoba menggunakan Teori Keadilan yang dibangun dan dikembangkan John Rawls---tentu sebatas yang saya ketahui dan pahami secara terbatas---untuk melihat dan memahami nilai keadilan sosial dan ekonomi kebijakan MBG.

John Rawls (1921-2002) merupakan salah satu filsuf politik paling berpengaruh di abad ke-20. Karyanya yang monumental, A Theory of Justice (1971), secara fundamental mengubah lanskap filsafat politik liberal dan menjadi referensi di bidang filsafat, hukum, ekonomi, dan politik di berbagai belahan dunia. Teori yang ia ajukan muncul sebagai sebuah alternatif yang sistematis dan kuat terhadap utilitarianisme, sebuah tradisi pemikiran yang telah lama mendominasi filsafat moral dan politik Anglo-Amerika.

Penerapan teori Rawls dalam konteks Indonesia bukan sebagai buku panduan kebijakan yang detail, melainkan sebagai kerangka kerja filosofis untuk mendefinisikan "esensi konstitusional" (constitutional essentials) dan "masalah-masalah keadilan dasar". Teori Rawls dapat membantu menjawab pertanyaan fundamental: Apakah struktur dasar dan kebijakan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi dirancang untuk memberikan manfaat terbesar bagi mereka yang paling tidak beruntung? Dengan demikian, teori Rawls dapat berfungsi sebagai tolok ukur normatif untuk desain dan reformasi kebijakan publik.


Teori Keadilan Rawls

Bagi Rawls, keadilan bukanlah salah satu nilai di antara banyak nilai lainnya; ia adalah kebajikan yang utama dan tak dapat dikompromikan. Ia membuka karyanya dengan pernyataan yang ikonik: "Keadilan adalah kebajikan utama dari institusi sosial, sebagaimana kebenaran bagi sistem pemikiran" (Justice is the first virtue of social institutions, as truth is of systems of thought). Rawls mengemukakan dua prinsip keadilan, yaitu: Prinsip Kebebasan Dasar yang Sama; dan Prinsip Pengaturan Ketimpangan Sosial dan Ekonomi.

Prinsip Kebebasan Dasar yang Sama (Principle of Equal Basic Liberty) berfokus pada setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar seluasnya sejauh kebebasan itu kompatibel atau tidak bertentangan dengan kebebasan orang lain. Rawls secara tegas menolak gagasan inti utilitarianisme yang mengizinkan pengorbanan kebebasan sebagian kecil orang demi kebahagiaan yang lebih besar bagi mayoritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun