Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cairo Tidak Stabil

11 Februari 2011   04:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:42 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12974036181417570822

[caption id="attachment_90099" align="aligncenter" width="619" caption="Tahrir Square atau Alun-alun Tahrir di Kairo pusat dipenuhi massa anti-Mubarak. Mereka mendirikan tenda-tenda di lokasi itu dan tidak mau bubar sebelum Mubarak mundur/Admin (AP/KOMPAS.com)"][/caption] Ternyata hampir semua anggapan orang di dunia bahwa malam tadi baba (Hosni Mubarak) mau mundur dari jabatannya hanya isapan jempol belaka, baba tetap ngotot ingin terus berada di atas tampuk kekuasannya hingga bulan September mendatang. Dia memang bukan hanya seorang presiden, tapi juga menjadi pimpinan tertinggi di militer, sehingga wajar kalo masih sangat kuat sekali, walaupun digoyang oleh si Barack sekalipun. Ah, saat ini sudah banyak para pakar analisa yang mengatakan tentang suhu perpolitikan Mesir. Saya hanya akan membahas sisi lain saja, namun masih relevan dengan kondisi Mesir terkini. Pagi tadi, sekitar jam 7:30, saya keluar rumah untuk mencegat bus di Mahattah Toubromli, Nasr City. Kondisi Mesir yang masih memberlakukan jam malam, menjadikan jalan-jalan masih sangat sepi, hanya beberapa orang yang lalu lalang. Saya menunggu bus bersama 3 orang Mesir. Kami menunggu sekitar 10 menit, tiba-tiba dari arah jauh ada orang Mesir melambaikan tangan dan bilang bahwa hari ini tidak akan ada bus beroprasi. Semua sopir dan kernet sedang mogok nasional dan ikut berdemo di bundaran Tahrir. Apa yang saya duga kemarin benar. Kemarin, ketika saya naik taksi melewati jalan belakang setelah Nadi Sikkah, tidak seperti biasanya jalanan sangat macet, padahal saat hari normal jalanan di sini sepi karena kawasan ini adalah kawasan perusahaan milik pemerintah dan bersebelahan langsung dengan kantor kepolisian dan markaz militer. Setelah agak mendekat, ternyata ada puluhan bus yang keluar dari sarang perusahaan. Mereka adalah para pekerja yang sedang melakukan mogok kerja nasional, mereka menuntut untuk kenaikan gaji dan fasilitas yang layak. Ini yang menyebabkan jalan macet, tidak hanya itu, jalur Nadi Sikkah yang berdekatan dengan makam Anwar Sadat dan juga berada tepat di dekat kampus Al-Azhar menjadi bulan-bulanan para demonstran, padahal di sini ada sekitar 67 tank perang yang sudah berjaga dan ratusan prajurit milter bersenjata lengkap. Ya udahlah, akhirnya saya mencegat taksi, ada taksi hitam lewat setelah lumayan lama agak menunggu, ketika taksi berhenti, saya lihat sopirnya orang tua, dia sedang mendengarkan radio Masr yang membahas tentang dialog antara penyiar dan para masyarakat Mesir menyangkut situasi demo yang sudah terjadi di mana-mana. "assalamu'alaik…buuts?", "mesyi, tafaddol", "oke, silahkan". Memasuki mobil, saya disapa duluan, "shobahal khoir", "shobahal ful ya hag", "selamat pagi yang indahnya seperti keindahan mawar", saya jawab. Kami melewati jalur belakang dan langsung menuju imigrasi di Madinat Buuts Islamiyah, jalanan masih sepi, sehingga begitu cepat kami sampai. Namun, apa mau dikata, ketika sampai sana, antrian orang Indonesia yang sedang menunggu mengurus visa sudah membludak. Ya, memang orang Indonesia yang saat ini paling banyak bertahan di Mesir. Saya masuk ikut antrian. Menurut pengalaman kemarin, dari tiga loket yang mengurusi pembuatan visa, loket paling kirilah yang lumayan profesional dan kerjanya cepat, namun saya lihat, di situ hanya terlihat antrian cewek-cewek, mereka bukan orang Indonesia, dari percakapan dan wajahnya yang kearab-araban dan baju yang mereka kenakan, mereka seperti orang Brunei Darussalam. Ah, gak pikir lama, dari pada saya ikut antrian dua loket yang lain yang panjangnya gak karuan, saya memutuskan untuk nyempil sendiri di belakang cewek-cewek itu. Apa yang saya prediksikan benar, hanya sekitar dua jam saya menunggu dan sudah mendapatkan nomor untuk memperoleh visa baru, sementara teman-teman yang memilih loket lain, masih menunggu dengan antrian seperti ular. Di depan Jawazat Buuts (imigrasi khusus untuk mahasiswa Al-Azhar), saya langsung mencegat taksi menuju konsuler di Nasr City untuk mengurus berkas-berkas perusahaan. Syukurnya sopir taksi pintar memilih jalan dan kami tidak terjebak macet karena ada banyak demonstran di sekitar Al-Azhar untuk fakultas umum. Namun sayang, sampai di konsuler, urusan belum selesai karena begitu banyak mahasiswa yang sedang mengurus untuk kelengkapan administrasi evakuasi. Keluar dari konsuler KBRI, saya langsung telpon seorang sahabat orang Mesir yang ada di Roxy, saya direkomendasikan seorang sahabat saya di Saudi untuk menghubungi beliau dan beliau akan membantu untuk mentrasfer uang. Saya punya hutang kepada beliau yang ada di Saudi dan ingin membayarnya. Kemarin saya udah mencoba mencari bank-bank yang ada di Nasr City, tapi sayang, gak ada yang bisa melayani transfer ke luar negeri, Western Union juga masih belum beroprasi. "Ust. homosamma, ana shohbu mr. arie min su'udi", "oh..ahlan wasahlan", "ahlan bik", jawab saya. "Saya temannya mr. arie dari saudi". Akhirnya kita ketemuan di dekat Thoriq Erouba juga dekat dengan kampus besar Sultan Hasan di Roxi. Saya mencoba menelponnya dan bertanya sebentar pada orang Mesir yang berdiri di samping saya. Dari jauh ada orang Mesir besar dan tinggi melambaikan tangan. Kami berkenalan dan langsug menuju bank paling dekat. "Ma'lish ya fandim, ma'lish", "maaf", pihak bank juga tidak bisa membantu untuk mentransfer uang keluar dari Mesir. "Aneh", pikir saya. Temannya mr. arie terus memaksa, "mablagh musy kibir, alf dolar bas", "jumlahnya gak banyak kok, cuma seribu dolar saja". Mereka pihak bank tetap pada pendiriannya dan tidak bisa membantu kami. Pihak bank hanya bisa bantu untuk pembayaran "mustaurid" (eksport import) untuk pembukaan Letter of Credit. Namun, mereka memberikan rekomendasi, sekitar 50 meter dari sini ada Bank Internasional Afrika, di sana ada pelayanan Western Union-nya, siapa tau buka. Kami berjalan ke sana dan hasilnya tetap nihil. Di bank ini, saya bertemu dengan cewek Mesir yang kebetulan juga sedang bingung mencari Western Union untuk mengambil kiriman uang. "Tafaddhol ma'aya, ana 'arif western union ghoiro dih", "ayo bareng saya, saya tau tempat western union selain di sini". Saya mengiyakan dan langsung mohon pamit dengan temannya Mr. Arie. Saya diajak cewek itu naik bus kecil yang masih beroprasi menuju ke dekat kampus putri Universitas 'Ain Syams. Kami melewati dekat istana negara yang penjagaannya sangat sangat dan super ketat. Saya melihat dari dalam mobil, penjagaan sudah dilakukan jauh dari komplek istana negara. Kawat berduri dipasang dan dilapisi dengan tank baja yang siap tempur dan itu ada berlapis-lapis, entah ada berapa lapisan pertahanan, yang pasti  jika anda melihat, anda juga akan tercengang. Kami berhenti tepat di dekat kampus Kuliyatul Banat (kuliah cewek) dan berjalan sekitar 50 meter melewati barisan brigadir tentara-tentara yang membawa senjata laras panjang dan tank-tanknya, saya mencoba bertanya kepada cewek Mesir yang tidak saya tau namanya itu, "fi kulli makan dababah ha", "di setiap tempat kok selalu ada tank ya". "na'am..dih awwal marrah ihna nasyuf fi tarikh misr", "iya benar..ini adalah pertama kali kami lihat selama sejarah Mesir". Dan saya diam. Lagi lagi ketika sudah di depan pintu masuk Western Union, petugas menanyai saya, mau mengirim uang atau mengambil uang, saya jawab mengirim. Oh, maaf tidak bisa. Ya Allah.. muter-muter dari kemarin dan tidak ada bank dan pengiriman uang yang sanggup mentrasfer uang keluar negara Mesir. Mereka minta maaf, keadaaan ini dikarenakan tidak stabilnya kondisi negara saat  ini yang menyebabkan banyak perusahaan yang tutup dan tidak melakukan pelayanan secara maksimal. Ya udahlah. Saya langsung pulang dan mengurus berkas-berkas perusahaan lagi di konsuler KBRI, usai membayar 35 dollar, saya langsung memutuskan untuk pulang. Di rumah, badan sangat capek sekali, setelah memegang laptop sebentar, saya tertidur pulas sampai hampir Maghrib. Saya terbangun setelah ada telepon dari pihak partner perusahaan yang siap memberangkatkan cargo kontainer ke Indonesia hari senin besok dalam situasi Mesir seperti sekarang ini. Ya, pemerintah Mesir memang memberi kebebasan kepada truk kontainer berlalu lalang dan memberi jaminan keamanan kepada mereka. Saya shalat dan menemui beliau. Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun