Surabaya harus terkoneksi dengan kawasan Gerbangkertosusila (Gresik--Bangkalan--Mojokerto--Surabaya--Sidoarjo--Lamongan) melalui sistem angkutan massal terpadu, bukan hanya dalam kota.
2. Penerapan Electronic Road Pricing (ERP)
Jalan-jalan utama seperti Ahmad Yani, Darmo, dan Tunjungan bisa menjadi pilot project ERP untuk membatasi kendaraan pribadi.
3. Park and Ride System
Sediakan kantong parkir besar di pinggir kota (misalnya Waru, Benowo, Rungkut) lalu hubungkan dengan transportasi massal ke pusat kota.
4. Optimalisasi Pelabuhan & Jalur Logistik
Distribusi barang ke/dari Tanjung Perak perlu jalur khusus agar tidak bercampur dengan lalu lintas harian.
5. Kampanye perubahan perilaku
Pemkot dapat memperkuat kampanye carpooling dan penggunaan transportasi publik dengan insentif, misalnya tarif murah untuk pelajar/pekerja.
Kemacetan Surabaya bukan hanya soal lalu lintas, melainkan juga soal ekonomi, lingkungan, dan kualitas hidup warganya. Jika tidak segera ditangani dengan langkah terpadu, kerugian yang ditimbulkan akan terus membengkak.
Surabaya sebenarnya punya modal kuat: kepemimpinan kota yang inovatif, dukungan masyarakat, dan posisi strategis sebagai pusat Jawa Timur. Dengan sinergi kebijakan transportasi publik, pembatasan kendaraan pribadi, serta inovasi teknologi, Surabaya berpeluang menjadi kota besar yang lebih ramah mobilitas dan lebih kompetitif secara ekonomi di masa depan.