Dunia dihebohkan adanya perang dagang Amerika dan China yang saling balas kebijakan terkait resiprokal import. China mengenakan tarif resipokral barang dari AS 84% (Infobanks). Wal hasil AS membalas tarif resiprokal sebesar 125% (Infobanks). Perang dagang tersebut menjadi momok bagi negara - negara lain Termasuk Indonesia meski kenaikan tarif resiprokal import produk Indonesia hanya 32 persen. Kondisi ini dianggap membebani persaingan harga jual barang yang di ekspor Indonesia ke negara AS. Hal tersebut memantik semangat bapak Presiden Prabowo untuk membuka lebar-lebar kran import dan tidak memberikan batasan kuota. Hal ini tentu perlu mendapatkan tanggapan dari para pakar.Â
Tidak bisa dipungkiri alasan Trump menaikan resiprokal import karena tekanan neraca perdagangan AS yang defisit. Hal itu di ambil agar perputaran ekonomi mayoritas dimiliki oleh AS. Ini adalah bagian perlindungan terhadap produk dalam negeri AS agar masyarakat mau membeli produk AS, sekalipun mahal.Â
Jika kuota import bebas terjadi di Indonesia, bagaimana nasib produsen dalam Negeri Indonesia??? Seiring adanya import kacang, kedelai, capai kering, masyarakat di pasar lebih memilih kacang import karena hasil cambahnya bagus, dan menarik untuk di jual kembali. Begitu juga para pembuat tempe tahu.. lebih memilih kedelai import. para pedagang bakso, lebih memilih cabai kering import dari pada cabai kering dalam negeri saat cabai murah dengan alasan sedikit saja sudah pedas. KOndisi ini mematikan hasil panen para petani kacang, kedelai dan cabai lokal.Â
Saat kran import dibuka lebar, maka yang diuntungkan para importir karena pasar di Indonesia sungguh luas. Sementara saat kita ekspor, banyak saja alasan untuk produk dalam negeri tidak diterima oleh negara tujuan. Â Semoga menjadi perenungan bersama para pengambil kebijakan, ciptakan keadilan ekonomi yang sesungguhnya sehingga kesejahteraan itu tidak maya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI