Mohon tunggu...
Putri Gerry
Putri Gerry Mohon Tunggu... karyawan swasta -

...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perempuan Jangan Simpan Sampah Emosi, Bahaya!

14 September 2015   07:34 Diperbarui: 14 September 2015   07:59 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Inside Out (sumber: forbes.com)"][/caption]

Ada film animasi dari pixar yang lagi hits sekarang ini. Namanya Inside Out. Film ini bercerita tentang kepribadian-kepribadian yang ada di kepala manusia. Menurut Inside Out, di dalam manusia memiliki kepribadian JOY yang berperan memproduksi kesenangan. FEAR yang dominan rasa takut. SAD yang selalu sedih. DISGUST yang selalu jijik. Dan yang terakhir ANGER yang selalu marah-marah. 

Ketika menonton dengan ‘ehem’ saya di bioskop, dalam sebuah adegan, dilihatkan isi kepala dari seorang supir kendaraan yang terjebak kemacetan. Di kepalanya terdapat 5 emosi tadi. Namun bentuk badannya seperti ANGER. Semuanya berbentuk ANGER. Hanya warnanya saja yang berbeda. 

Saya langsung berpikir akan dua hal. Yang pertama, bapak supir itu dominan emosi marah. Sepertinya dia kalau senang, pasti marah-marah. Jijik juga marah-marah. Sedih juga suka marah-marah. Takutnya juga marah-marah. Ih kasihan banget tuh bapak supir. Seluruh waktu ekspresinya disisipi dengan kemarahan. 

Atau yang kedua, jangan-jangan emosi marah itu adalah sampah emosi yang tidak tersalurkan. Jadi, yang seharusnya marah, justru ditahan terus. Hingga akhirnya meledak-ledak. Meledak-ledak dalam kondisi apapun. Sehingga menciptakannya sebagai si sumbu pendek. Pokoknya ada yang nyenggol dikit, langsung menggonggong sambil bawa golok siap membacok. 

Berbicara soal sampah emosi, maka kita bicara soal emosi yang tidak tersalurkan. Dengan budaya Indonesia yang ‘menjaga’ perasaan orang lain, seringkali kita urung mengungkapkan apa yang kita rasakan pada lawan bicara kita secara langsung. Nah, kalau yang ingin disampaikan adalah ketidaksukaan sehingga kita kesel. Dan kesel tadi tidak tersampaikan, maka di situ kita sudah menimbun satu sampah emosi. 

Dengan dalih menjaga perasaan orang lain, tidak sadar justru kita menyiksa diri kita nantinya. Kalau sampah-sampah emosi yang sudah terkumpul tidak bisa tersalurkan, apa yang akan terjadi? Bisa jadi kita bakalan sedih se-sedih-sedihnya ketika mendengar kabar yang sebenarnya tidak terlalu sedih. Atau marah se-marah-marahnya ketika kita ‘tersenggol’ orang di jalan. Seperti sinetron nanti lama-lama hidup kita. LEBAY. 

Sampah emosi ini juga bisa terbentuk karena ketidakmampuan orang yang mengalami untuk menyalurkan emosinya. Ini sering terjadi pada kaum yang lemah. Terutama permasalahan-permasalahan yang sering menimpa kaum perempuan. Dari mulai pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, hingga persoalan perceraian yang mengorbankan perasaan. Hal-hal tersebut dalam kultur masyarakat Indonesia adalah hal yang tabu untuk dibicarakan di depan umum. Sehingga korban-korban yang mengalaminya enggan mengungkapkannya ke hadapan publik. Atau hanya sekedar mencurahkan yang dialaminyapun malu. 

Bayangkan jika perempuan-perempuan tersebut bertahan hingga memiliki anak. Bagaimana pola asuh yang akan dihasilkan oleh mamak-mamak yang menyimpan sampah emosi tadi? Apakah tumbuh kembang sang buah hati bisa berjalan dengan semestinya? 

Adalah Irma Rahayu yang sejak percobaan bunuh dirinya selalu gagal, menjadikannya fokus untuk menyembuhkan jiwa-jiwa yang terkerangkeng emosi. Irma yang dari pengalaman pribadinya mengalami pergulatan batin yang gado-gado sakitnya memiliki metode tersendiri untuk mengurangi sampah emosi.

Dalam bukunya yang berjudul Soul Healing Theraphy, Irma menuliskan bahwa untuk mengurangi sampah emosi adalah dengan segera menyalurkannya. Maksudnya kalau mau marah, ya marah saja. Kalau mau nangis ya nangis aja. Tapi kembali lagi, kadar marah, sedih, takut dan emosi lain yang perlu dicurahkan itu juga ada kadarnya. Berapa banyak sih orang yang illfeel sama temannya yang kalau ketemu selalu curhat dan nangis? Jangan-jangan nanti pada pertemuan-pertemuan berikutnya, si teman tadi justru menghindar. Karena jengah melihat temannya nangis terus kalau bertemu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun