Mohon tunggu...
Binsar Sitanggang
Binsar Sitanggang Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis

Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Musibah Banjir Bandang Masamba

30 Juli 2020   21:24 Diperbarui: 30 Juli 2020   21:21 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Belum lagi masa  pandemi Covid-19 berakhir, kita sudah dikagetkan dengan bencana banjir bandang yang terjadi di  wilayah Masamba Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Banjir bandang yang terjadi diberitakan beberapa media termasuk televisi, meluluh lantakkan pemukiman, perkantoran, prasarana berupa jalan dan jembatan, tanah longsor, bahkan menghilangkan nyawa manusia sebanyak 36 orang dan masih dalam pencarian sebanyak 18 orang. Tidak bisa dibayangkan berapa besar kerugian yang disebabkan banjir bandang tersebut.

Ada yang  menyebutkan  curah hujan dan intensitas yang sangat tinggi menjadi penyebab terjadinya banjir bandang. Tanpa disadari banjir bandang dapat juga disebabkan oleh ulah manusia sendiri. Tidak menutup kemungkinan habitat air berupa hutan sudah terlalu luas diokupasi manusia untuk peruntukan lainnya seperti perkebunan, tambang, tanaman hortikultura dan pemukiman. 

Belum lagi pencurian kayu (illegal logging) oleh manusia yang tidak bertanggung jawab dan serakah. Jangan salahkan kalau air hujan berusaha mencari  habitat lainnya untuk dapat bermukim. Garis sempadan sungai yang semakin sempit dan pendangkalan kedalaman sungai yang disebabkan pembuangan sampah turut berperan meluapnya banjir bandang. Ibarat menggarami air laut, program rehabilitas hutan dan lahan yang dikerjakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seakan tidak bermanfaat.

Sebenarnya salah satu fungsi untuk mencegah/mengurangi  banjir sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Di dalam pasal 18 jelas disebutkan luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. 

Pemahaman sederhananya minimal 30% kawasan hutan yang dipertahankan tersebut berfungsi untuk tempat menyimpan air (infiltrasi) dan menahan/memperlambat laju aliran air ke sungai ( surface run off). Faktanya, masih adakah minimal 30% kawasan hutan dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional?

Ir. Binsar Sitanggang, MM

Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun