Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Blogger

Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024 | Konsisten mengangkat isu-isu yang berhubungan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama yang terpantau di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Energi Terbarukan Teluk Jakarta: Lingkungan dan Ekonomi Berpadu

17 Mei 2025   19:15 Diperbarui: 17 Mei 2025   19:15 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat. (Dok. PT (PLN) Persero via Kompas.com) 

Teluk Jakarta, sebagai pusat kegiatan maritim ibu kota Indonesia, menghadapi tantangan lingkungan serius yang mengancam ekosistem pesisir dan kesejahteraan masyarakat.

Namun demikian, wilayah ini juga memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor inovasi energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin lepas pantai, dan pasang surut.

Pengembangan energi terbarukan dapat memadukan pelestarian lingkungan dengan kemajuan ekonomi, menjadikan Teluk Jakarta model ekonomi biru yang berkelanjutan.

Tulisan ini menyoroti tiga aspek utama: degradasi lingkungan Teluk Jakarta, solusi energi terbarukan untuk keberlanjutan, dan manfaat ekonomi dari inisiatif ini, menawarkan visi untuk harmonisasi lingkungan dan ekonomi.

Degradasi Lingkungan Teluk Jakarta

Perairan Teluk Jakarta mengalami kerusakan lingkungan yang signifikan akibat aktivitas manusia.

Limbah domestik dari penduduk Jakarta, aliran limbah industri melalui sungai seperti Citarum, dan emisi dari kapal di Pelabuhan Tanjung Priok telah mencemari teluk.

Studi dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta (2022) mengungkapkan bahwa tingkat polutan, termasuk logam berat dan bahan organik, jauh melebihi standar aman, merusak ekosistem mangrove di Muara Angke dan terumbu karang di Kepulauan Seribu.

Sampah plastik, yang mencapai ribuan ton setiap tahunnya, memperparah kondisi, serta mengganggu kehidupan laut dan estetika pesisir.

Dampak dari kerusakan ini meluas, tentu saja.

Nelayan di wilayah seperti Cilincing melaporkan penurunan hasil tangkapan mereka akibat menipisnya populasi ikan, sementara polusi udara dari bahan bakar fosil di pelabuhan meningkatkan risiko perubahan iklim, seperti abrasi dan kenaikan permukaan laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun