Teluk Jakarta, sebagai pusat kegiatan maritim ibu kota Indonesia, menghadapi tantangan lingkungan serius yang mengancam ekosistem pesisir dan kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian, wilayah ini juga memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor inovasi energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin lepas pantai, dan pasang surut.
Pengembangan energi terbarukan dapat memadukan pelestarian lingkungan dengan kemajuan ekonomi, menjadikan Teluk Jakarta model ekonomi biru yang berkelanjutan.
Tulisan ini menyoroti tiga aspek utama: degradasi lingkungan Teluk Jakarta, solusi energi terbarukan untuk keberlanjutan, dan manfaat ekonomi dari inisiatif ini, menawarkan visi untuk harmonisasi lingkungan dan ekonomi.
Degradasi Lingkungan Teluk Jakarta
Perairan Teluk Jakarta mengalami kerusakan lingkungan yang signifikan akibat aktivitas manusia.
Limbah domestik dari penduduk Jakarta, aliran limbah industri melalui sungai seperti Citarum, dan emisi dari kapal di Pelabuhan Tanjung Priok telah mencemari teluk.
Studi dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta (2022) mengungkapkan bahwa tingkat polutan, termasuk logam berat dan bahan organik, jauh melebihi standar aman, merusak ekosistem mangrove di Muara Angke dan terumbu karang di Kepulauan Seribu.
Sampah plastik, yang mencapai ribuan ton setiap tahunnya, memperparah kondisi, serta mengganggu kehidupan laut dan estetika pesisir.
Dampak dari kerusakan ini meluas, tentu saja.
Nelayan di wilayah seperti Cilincing melaporkan penurunan hasil tangkapan mereka akibat menipisnya populasi ikan, sementara polusi udara dari bahan bakar fosil di pelabuhan meningkatkan risiko perubahan iklim, seperti abrasi dan kenaikan permukaan laut.