Sebenarnya, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Kementerian Sosial (Kemensos) telah membangun rumah susun (rusun) dengan nilai sewa Rp10.000 per bulan di Bekasi, Jawa Barat.
Rusun ini dikhususkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang bekerja di sektor informal, atau khusus bagi eks gelandangan dan pengemis yang dibina oleh Kemensos.
Namun, rusun tersebut dinilai masih belum cukup menyelesaikan permasalahan perumahan untuk masyarakat di sektor informal.
Memang, sempat ada usulan agar rusun serupa dibangun di Jakarta Timur dan Kota Solo, tetapi menurut hemat saya tidak perlu, mengingat pemerintahan Prabowo Subianto sedang melakukan efisiensi anggaran.
Memanfaatkan Rusun atau Bangunan Kosong di DKI Jakarta
Provinsi DKI Jakarta memiliki banyak rusun, yang sebagian di antaranya masih kosong. Daripada harus membangun rusun yang baru, mengapa pemerintah Jakarta tidak memanfaatkan saja rusun yang masih kosong?
Rusun-rusun yang masih kosong bisa disewakan kepada gelandangan dengan harga yang terjangkau. Saya sebagai penghuni rusun merasa tidak masalah jika harus tinggal berdampingan dengan mereka.
Selain memanfaatkan rusun, pemerintah barangkali bisa memanfaatkan gedung-gedung kosong di DKI Jakarta seperti mal, ruko, dan pasar modern yang kosong sebagai tempat tinggal bagi gelandangan.
Ketimbang membangun gedung baru yang membutuhkan biaya besar, lebih baik direnovasi saja sebagai rumah layak huni bagi kaum gelandangan; tentu biayanya jauh lebih murah.
Sudah saatnya pemerintah Jakarta melakukan terobosan kebijakan untuk menjamin kesejahteraan sosial kaum gelandangan.
Jika pemerintah Jakarta berfokus pada penyediaan rumah layak huni dengan harga terjangkau bagi kaum gelandangan, maka tingkat kemiskinan di Ibukota akan menurun.
Kesimpulan
Fenomena gelandangan yang tidur di depan rusun, pertokoan, dan atau di bawah kolong jalan atau jembatan layang di Jakarta menunjukkan masalah sosial yang serius.