Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kartini, Panutan Pandu Sejak Sebelum Indonesia Merdeka

22 April 2025   15:16 Diperbarui: 22 April 2025   15:44 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Indonesia Scout Collectors Society. (Foto: ISCS)

Kemarin (21 April 2025), kita baru saja memperingati Hari Kartini, tokoh emansipasi perempuan Indonesia. Dalam kaitan dengan peringatan tersebut, penulis juga mengunggah tulisan di Kompasiana berjudul "Kartini, Panutan Pandu Putri Indonesia" (bisa dibaca di sini).

Dalam tulisan itu, penulis mengungkapkan tentang perkembangan gerakan pendidikan kepanduan di Tanah Air. Gerakan kepanduan yang telah dimulai pada 1912 di masa Hindia-Belanda, ketika Indonesia masih dijajah Belanda, sempat terhenti sejenak dan walaupun tetap ada, kurang berjalan baik di zaman penjajahan Jepang.

Setelah Indonesia merdeka, gerakan kepanduan kembali bergerak maju. Organisasi-organisasi kepanduan tumbuh subur di Indonesia. Berbagai materi kepanduan yang digunakan di zaman penjajahan, mulai disesuaikan dengan kebutuhan di masa Indonesia merdeka.

Penulis juga sempat menuliskan, bahwa sebelum Indonesia merdeka, tokoh-tokoh panutan bagi para pandu masih sebatas Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, dan istrinya yang didaulat menjadi Ibu Pandu Putri Sedunia, Lady Olave Baden-Powell. Namun, setelah Indonesia merdeka, mulai dilakukan upaya mencari tokoh-tokoh Indonesia sendiri untuk menjadi panutan bagi para pandu.

Penulis menambahkan bahwa untuk para pandu putra, ada nama Pangeran Diponegoro dan Jenderal Soedirman, yang dijadikan panutan. Selanjutnya, disebutkan pula tokoh-tokoh nasional lain yang dijadikan panutan. Di antaranya adalah Imam Bonjol, Sisingamangaraja XII, GSSJ Ratulangie, I Gusti Ngurah Rai, dan banyak lagi.

Sedangkan di kalangan pandu putri, pada masa-masa awal Kemerdekaan RI, salah satu tokoh nasional yang banyak dijadikan contoh panutan adalah Raden Ajeng Kartini. Setiap tanggal lahir Kartini, 21 April, diadakan peringatan dan perayaan besar-besar di lingkungan pandu putri. Penulis juga mencontohkan adanya lembar lagu "R.A. Kartini" yang dicetak dan disebarluaskan oleh Kwartir Pandu Putri dari Pandu Rakjat Indonesia cabang Purworejo. Lembar lagu tersebut adalah koleksi milik Kak Suherman Tan, seorang kolektor memorabilia kepanduan yang berdomisili di Jakarta.

Dari Tanggoel

Bagian belakang kartupos Kartini. (Foto: Koleksi Suherman Tan)
Bagian belakang kartupos Kartini. (Foto: Koleksi Suherman Tan)

Namun, ternyata RA Kartini bukan hanya menjadi panutan para pandu putri setelah Indonesia merdeka. Kak Suherman Tan baru saja mengirim pindaian (scan) dari kartupos koleksi miliknya. Kartupos tersebut di bagian depannya terdapat gambar wajah R.A. Kartini. Di bagian kanan bawah tertulis kata "SEDIA". Ini adalah motto atau slogan kepanduan di masa lalu. Dalam Bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Be Prepared, sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut Weest Paraat.

Di bagian belakang kartupos itu terdapat tulisan "KARTOEPOS" dan di sudut kiri atas ada tertulis "PANDOE". Sedangkan di bagian kanan bawah dalam ukuran huruf yang lebih kecil, terdapat tulisan "Drukkerij Kenanga, Weltevreden". Hal ini mengingatkan Jalan Kenanga di masa lalu, yang sekarang sebagian kawasannya sudah menjadi Mal Atrium Senen. Di sana memang dulu ada Jalan Kenanga, yang sampai akhir 1980-an di sepanjang jalan itu penuh pertokoan. Mulai dari toko peralatan olahraga, restoran nasi campur, studio foto, dan percetakan. Kartupos itu hampir pasti diterbitkan oleh Percetakan Kenanga di jalan tersebut, karena kawasan Senen dan Lapangan Banteng sekarang, pada masa Hindia-Belanda termasuk dalam wilayah Weltevreden.

Ya, kartupos itu ternyata berasal dari masa Hindia-Belanda, jauh sebelum Indonesia merdeka. Kartupos itu dikirim dari Kantor Pos Tanggoel. Dari sumber data, ada wilayah Tanggul terletak di Jember, tetapi ada juga Tanggul di Tulungagung. Dua-duanya di wilayah Jawa Timur. Cap (stempel) pos Tanggoel itu adalah 3.5.32 (3 Mei 1932). Alamat tujuan kartupos itu adalah di Probolinggo yang juga masuk wilayah Jawa Timur. Pada kartupos itu juga ada cap pos terima Probolinggo 3.5.32 (3 Mei 1932). Berarti, pada masa lalu pun pengiriman suratpos (termasuk kartupos) dari satu kota ke kota lain di dalam satu wilayah (provinsi) bisa dilakukan dalam tempo hanya kurang dari sehari.

Bisa jadi karena waktu pengirimannya yang terbilang sangat cepat itu, ada sebagian yang kurang percaya. Benarkah kartupos itu asli? Apalagi di bagian bawah ada tulisan pengirim yang menuliskan tanggal pengiriman Tangg (kemungkinan besar singkatan dari Tanggoel): 3/5/31. Jadi sebenarnya dikirim pada tahun 31 (1931) atau 32 (1932)?

Penulis menduga, si pengirim salah menulis angka, seharusnya ditulis "32", tetapi ditulis "31". Selain itu, agak sulit masuk di akal, bila ada yang ingin memalsukan kartupos itu. Pertama, dari segi nilai benda koleksi itu, kartupos itu tidak seberapa harganya, masih terjangkau oleh para kolektor dengan harga normal. Kedua, terlalu merepotkan hanya untuk memalsukan satu kartupos, baik dari segi waktu, peralatan, dan biayanya.

Foto Bersejarah

Para pandu berjajar di depan makam RA Kartini di Bulu, Rembang. (Foto: Koleksi Suherman Tan)
Para pandu berjajar di depan makam RA Kartini di Bulu, Rembang. (Foto: Koleksi Suherman Tan)

Apalagi Kak Suherman Tan ternyata juga mempunyai bukti lain. Sebuah foto bersejarah. Foto yang ukurannya mirip kartupos itu di bagian depannya tergambar sekelompok pandu berjajar di depan sebuah makam.

Di bagian belakang foto itu ada tulisan tangan:

"K.B.I.

Kommisaris Tjabang dengan Kepala Pasoekan Pandoe dan Pandoe Poetri -- Kepala Regu dan Penolongnja -- sedang di moeka Pasarean R.A. Kartini di Boeloe."

Kemudian di bagian bawah tertulis:

"Semoea pemimpin lengkap 17 April 1932".

Sebagian informasi bagi pembaca, KBI adalah singkatan dari nama organisasi Kepanduan Bangsa Indonesia. KBI bersama Pandu Rakyat Indonesia yang mencetak lembar lagu "R.A. Kartini" adalah dua organisasi kepanduan besar yang populer, sebelum akhirnya seluruh organisasi kepanduan yang ada menyatukan diri dalam wadah Gerakan Pramuka pada 1961.

Organisasi KBI itu sendiri sudah berdiri sejak 1930, yang dirintis oleh sejumlah tokoh organsiasi kepanduan yang telah ada sebelumnya. Dari catatan, perintis KBI antara lain para tokoh dari Jong Java Padvinderij yang kemudian berubah nama menjadi Pandoe Kebangsaan, Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO), dan Pandoe Pemoeda Soematra (PPS).

Bagian belakang foto para pandu di Makam RA Kartini. Tertulis tanggal 17 April 1932. (Foto: Koleksi Suherman Tan)
Bagian belakang foto para pandu di Makam RA Kartini. Tertulis tanggal 17 April 1932. (Foto: Koleksi Suherman Tan)

Dua tahun setelah terbentuk KBI, sebagaimana narasi yang ditulis di bagian belakang foto itu, para pandu KBI mengadakan ziarah ke makam RA Kartini, yang meninggal dunia pada 17 September 1904 dan dimakamkan di Bulu, Rembang, Jawa Tengah. Hal ini menandakan bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka, Raden Ajeng Kartini memang telah menjadi panutan para pandu di negara kita. Bukan terbatas pada pandu putri, tetapi juga dihormati oleh para pandu putra.

Sumber Sejarah

Logo Indonesia Scout Collectors Society. (Foto: ISCS)
Logo Indonesia Scout Collectors Society. (Foto: ISCS)

Begitulah, lembar-lembar kertas dari masa lalu, kartupos, foto, dan lainnya, dapat menjadi sumber sejarah yang bermanfaat. Itulah sebabnya, kita patus memuji dan menghargai upaya para kolektor memorabilia kepanduan, yang dengan tekun mengoleksi beragam benda terkait kepanduan dan kepramukaan.

Saat ini, telah terbentuk perkumpulan kolektor memorabilia kepanduan atau dalam Bahasa Inggris disebut Indonesia Scout Collectors Society (ISCS). Perkumpulan dengan Ketua Dewan Pembina, Kak Ahmad Rusdi, yang pernah menjadi Kepala Rumah Tangga Istana Presiden RI serta Dutabesar RI di Yunani dan Thailand.

Perkumpulan dengan ketuanya, Kak Djoko Adi Walujo, yang merupakan seorang tokoh pendidikan, terus berusaha mengumpulkan semua memorabilia dan dokumen bersejarah kepanduan Indonesia. Tujuannya, agar sejarah gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia dapat lebih jelas diketahui secara luas. Jadi, para kolektor itu bukan sekadar mengumpulkan, tetapi sekaligus merawat dan melestarikannya.

Semoga suatu saat, semua memorabilia kepanduan yang ada dapat ditampilkan dalam Museum Kepanduan Indonesia (Indonesia Scouting Museum), sebagai bagian dari tempat pembelajaran kepanduan bagi masyarakat luas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun