Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hak Reproduksi: Menlu AS Hillary Dukung, Vatikan Hati-hati

2 Juli 2012   13:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:20 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13412374151311044902

Ilustrasi Pembuahan atau Konsepsi: sumber fertilitytruth.wordpress.com

Pandangan Menlu AS Hillary Clinton tentang “Hak Reproduksi” dihindari dalam rumusan final dalam pernyataan KTT Rio pekan silam pada Summit Earth, seperti dilaporkan LaFranchi dalam Christian Science Monitor (CSM, 22/6)

Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clinton, dalam pidatonya itu (Jumat, 22/6), mendapat tepuk tangan soal dukungannya pada Keluarga Berencana, kesehatan reproduksi. Di lain pihak isteri mantan presiden AS, Bill Clinton itu mengecam kelalaian (Vatikan dan pendukungnya) perihal bahasa khsusus kata “Hak Reproduksi” yang dihilangkan dalam rumusan finalnya.

“Sementara saya sangat senang bahwa dokumen hasil tahun ini mendukung peluang untuk kesehatan seksual dan reproduksi, serta jalan menuju keluarga berencana, untuk mencapai tujuan kami dalam pembangungan berkelanjutan, kita harus memastikan hak-hak reproduksi perempuan”, demikian Clinton seperti dilansir AP/ABC News (22/6).

Vatikan Khawatir “Hak Reproduksi” Dibelokkan

Draft  awal dokumen menyatakan, “Kami berkomitmen untuk menjamin akses yang sama kaum perempuan dan anak gadis atas pendidikan, pelayanan dasar, peluang ekonomi, dan layanan perawatan kesehatan, termasuk merawat seksual perempuan, kesehatan reproduksi dan hak reproduksi mereka” (Barbassa, AP/ABC News, 22/6).

Laporan dari KTT yang sama selama dua dekade terakhir telah memasukkan bahasa “Hak-hak Reproduksi” (SCM, 22/6). Namun, posisi Vatikan dan G-77 menghasilkan rancangan akhir yang hanya berjanji untuk “mempromosikan akses yang sama” dan menghilangkan setiap pemahaman untuk “Hak-hak reproduksi”.

Odilo Pedro Scherer, utusan khusus Vatikan, menegaskan bahwa gereja (Katolik) dan banyak keyakinan lain, percaya, bahwa “semua kehidupan manusia, sejak dari pembuahan (konsepsi) hingga kematian yang wajar, memiliki nilay yang sama dan layak mendapatkan martabat yang sama.”

Namun, penghapusan bahasa “hak-hak reproduksi” dikritik oleh pemimpin dan pendukung kesehatan Perempuan dari beberapa negara, termasuk Australia, Bolivia, Kanada, Selandia Baru, Islandia, Israel, Meksiko, Norwegia, Peru, Swiss, Uruguay dan Amerika Serikat. Peggy Clark dari AS, wakil presiden eksekutif untuk kebijakan program di Institut Aspen, mengatakan, “Kemampuan untuk memilih jumlah, jarak dan waktu kelahiran anak, bukan barang mewah. Ini adalah dasar manusia yang benar” demikian seperti dilansi AP/ABC News (22/6).

Sebuah koalisi Advokasi untuk Hak Asasi Manusia, termasuk Human Rights Watch, Amnesty International dan Pusat Hukum Lingkungan Internasional, juga mengeluarkan pernyataan mencela pertemuan itu yang memiliki komitmen yang sangat kurang, sebagai bukti bahwa “masalah ekonomi global sedang disamakan dengan resesi dalam hak asasi manusia” (CSM, 22/6).

Kekhawatiran mendasar dari Vatikan dan pendukungnya adalah bahwa, “Hak-hak Reproduksi” hanya pintu awal pembenaran pada “pemustahilan pembuahan” dan “pintu pembenaran aborsi”.  Manusia (perempuan) memiliki hak merawat kesehatan, tetapi “hak-hak reproduksi” adalah dapat menjadi bahasa pembenar tindakan yang bertentangan dengan keselamatan reproduksi itu sendiri, terutama hak “calon janin”.

Vatikan dan Masyarakat Pro-Life, khawatir dengan bahasa di mana sejumlah hak-hak menjadi pintu masuk tindakan-tindakan inhuman, yang pada gilirannya, justeru menjadi bentuk dehumanisasi para calon janin atau bahkan banyak janin. Data aborsi dibanyak negara masih memprihatinkan. “Birth control”, “Reproduction rights”, “Family Planning”, dan lain-lain, adalah bahasa sosial yang kadang tidak mudah dicantumkan terbuka dalam ranah Etika (Medik-Biomedik).

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun