Menjadi remaja perempuan yang hidupnya di desa membuatku malas jika ingin keluar rumah. Malas menjawab jika sewaktu-waktu diberi pertanyaan oleh tetangga perihal pernikahan atau sekadar basa-basi perihal laki-laki. Standar pernikahan untuk perempuan di desa biasanya ditentukan pada saat umur 20 ke atas. Namun, aku sendiri tidak pernah berpikir untuk menikah muda. Sebab, menikah bukan perihal yang gampang. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu ketimbang menikah muda.
Jadi, setiap hari atau setiap bulan suci Ramadhan aku lebih memilih berdiam diri di dalam rumah kecuali pergi bekerja atau pergi karena ada urusan mendadak. Tak ada yang berbeda dengan ngabuburit ditahun sebelumnya. Ngabuburit menurutku ialah melakukan kegiatan positif sembari menunggu berbuka puasa. Kegiatan positif yang aku lakukan dibulan suci Ramadhan biasanya aku sengaja mengejar target untuk mencapai batas khatam Al-Qur'an, beres-beres rumah, dan berbincang kepada adik-adikku di dalam kamar.
Tak hanya itu, aku juga akan mengkhatamkan drakor hingga tamat. Rekomendasi drakor di tahun ini ada banyak sekali. Jadi, ada beberapa drakor yang perlu diselesaikan dalam satu hari. Tetapi, perlu disambi dengan ibadahnya agar seimbang.
Temanku di desa tidak begitu banyak. Remaja-remaja sepertiku telah terpisah di beberapa kota. Mereka merantau hanya untuk mencari rezeki dan ada juga yang sedang kuliah. Ngabuburit di dalam rumah sebenarnya agak bosan. Seperti tidak ada yang hidup. Hanya berdiam diri, melakukan kegiatan positif, tahu-tahu sudah berbuka puasa. Kadang-kadang aku juga membantu ibu untuk memasak bukaan. Membuat es untuk minuman segarnya atau sekadar membuat cemilan untuk dijual melalui media sosial. Kami sama-sama saling membantu dalam urusan rumah.
Tetapi, aku pernah sesekali ngabuburit bersama adikku di luar rumah. Kami menaiki motor sembari mengelilingi Desa hanya untuk melihat senja yang hampir tenggelam di tengah-tengah sawah. Tak lupa dengan foto-fotonya hanya untuk dijadikan sebagai bahan story.
Kemudian, kami mengunjungi pasar Ramadhan dan ingin membeli es kelapa. Sesampai di tempatnya kami harus mengantre hingga berpuluh-puluh orang. Aku yang sedikit malas untuk mengantre akhirnya terpaksa tidak jadi untuk membeli es kelapa di pasar Ramadhan. Kami mencari-cari kedai es kelapa yang kelihatannya sepi. Namun, ternyata ada polisi lalu lintas yang sedang bertugas. Kami yang tidak memakai helm langsung putar balik dan pulang ke rumah.Â
Kami singgah sebentar ke kedai es kelapa yang tak jauh dari rumahku. Alhasil kami hanya membeli es kelapa saja. Di mana-mana ramai sekali dan untuk membeli jajanan apa pun juga harus mengantre. Rasanya sedikit agak lega jika sudah menghirup udara desa. Namun, pantangannya selalu siap jika diberi pertanyaan oleh tetangga mengenai apa pun itu dan selalu memakai helm untuk ke mana pun agar tidak terkena tilang.
Untuk ngabuburit dibulan puasa tidak perlu bepergian secara jauh-jauh. Di dalam rumah pun juga bisa. Namun, kalau seperti teman-teman yang tidak bisa berdiam diri di dalam rumah mungkin sedikit agak susah ya?Â
Jadi, teman-teman lebih suka ngabuburit di dalam rumah atau ngabuburit di luar rumah?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI