Mohon tunggu...
Bernard  Ndruru
Bernard Ndruru Mohon Tunggu... Dosen - Pantha Rhei kai Uden Menei

Pengagum Ideologi Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lockdown atau Chaos?

31 Maret 2020   17:45 Diperbarui: 31 Maret 2020   18:22 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah bisa dipastikan, pemerintahpun nanti tidak akan sanggup mengendalikan harga yang akan semakin hari semakin naik. Pemilik modal yang tidak punya hati akan dengan sesuka hati menaikkan harga.

Jangan jauh-jauh, saat ini saja masker lebih berharga dari cincin tunangan. Dan ingat, inipun dikuasai oleh para pemilik modal yang menggeruk keuntungan dan yang bisa hidup tanpa bantuan pemerintah, setidaknya selama setahun lebih kedepannya. Jika ini terjadi, maka gejolak sosial lain akan muncul dengan sendirinya. Dan mulai saat inilah chaos akan menemukan tempatnya. Ah... jadi makin segan awak bercerita, takut dilempar botol lagi.

Pelajaran dari negara-negara yang sudah cukup menjadi pelajaran untuk bisa kita pahami bersama. Di Italia dan India sudah mulai terjadi penjarahan di pusat perbelanjaan di kota dengan dalil untuk bertahan hidup. Secara kebutuhan manusiawi ini, bisa dimaklumi. 

Tetapi jika itu sudah mulai mencabik dan mulai mengobarkan perselisihan yang berujung pada perebutan sumber daya (sandang) yang ada, bukan tidak mungkin akan ada korban bergelimpangan. 

Boleh jadi sebuah nyawa nanti lebih berharga dari sebuah masker. Jika ini terjadi maka masyarakat kita akan menjadi zombie hidup yang menghidupkan kembali apa yang pernah disampaikan oleh filsuf Thomas Hobbes tentang Homo Homini Lupus.

Sejauh ini pemerintah sudah mengambil keputusan yang tepat dengan memberikan himbauan tanpa membatasi total. Bolehlah para politisi busuk yang kelak akan membusuk dari harta curiannya dari rakyat untuk berkoar-koar menyerukan lockdown. 

Toh mereka bisa hidup tujuh turunan kedepan.  Tetapi bagi jutaan masyarakat kecil yang hanya berusaha bertahan hidup dari hari ke hari, bagaimana ini bisa direalisasikan. Saya percaya pemerintah sudah memikirkan efek jangka panjang dari semua ini.

Pemerintah sudah menegaskan himbauan yang jelas untuk melakukan phisycal distancing, menghimbau agar toko-toko penyedia sandang tetap buka dan tidak boleh menaikkan harga dari biasanya, karena jalur-jalur distribusi akan tetap dibuka. 

Menjadi permasalahan adalah apakah masyarakat kita sadar akan hal yang dimaksud. Atau ada grand design dari kelompok tertentu yang menunggangi dengan dalih keberpihakan tapi berujung pada perebutan Corona (mahkota/dalam arti kekuasaan)?. Maaf, mungkin saya dalam situasi halusinasi hehehe...

Secara pribadi, saya kurang setuju dengan gerakan lockdown. Variabel penularan tidak cukup kuat menjadi alasan bila dihadapkan pada variabel kondisi sosial lainnya. 

Negara Jepang yang sangat terkenal dengan ketersediaan sumber daya dalam berbagai bentuk, sampai saat ini belum nekat melakukan hal itu. Hal ini tentu berdasar pada prinsip keseimbangan (Sintoisme) yang mereka anut mengenai peran antara unsur putih dan hitam yang saling terkait dan berjalan beriringan dalam kehidupan, dan tentunya berjalan secara alamiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun