Mohon tunggu...
Bernard  Ndruru
Bernard Ndruru Mohon Tunggu... Dosen - Pantha Rhei kai Uden Menei

Pengagum Ideologi Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saat Nalar Membungkam Empati

18 Agustus 2019   01:19 Diperbarui: 18 Agustus 2019   01:21 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://brainleadersandlearners.com

Iyah, kembali tentang Ust. Somad. Interpretasi yang cenderung terlalu maju tentang keimanan orang lain, membuat Somad lupa akan hakekat keimanan itu sendiri. 

Saya bukan menghakimi, tapi yang saya tahu selama 2 tahun belajar Islamologi di Kampus, bahwa Islam itu adalah rahmatan lil alamin. Sebagai ahli dalam hal itu, tentu Somad sangat sadar secara rasional dan afektif muatan yang ada didalamnya.

Cara-cara tidak sportif ini menjadi jalan pintas untuk menjadi viral. Dalam teori marketing, tindakan mainstream dalam menawarkan sesuatu menjadi kurang menarik jika tidak bertindak sebaliknya. Hal ini dapat diibaratkan dengan anak kecil yang merengek kepada ibunya untuk dapat perhatian lebih dibanding saudaranya yang lain.

Malfunction intelektual

Ungkapan 'jin kafir' untuk mengungkapkan interpretasi tentang Salib yang diimani oleh umat Kristen adalah sebuah malfunction intelektual. Dan saya berpikir, bukannya beliau kekurangan bahan literasi untuk sidikit banyak memahami apa yang ia katakan. 

Yang menjadi persoalan adalah tumpulnya hati untuk berempati, karena kecenderungan meyakini kebenaran tunggal dalam berpikir. Barangkali perlu belajar lagi dasar-dasar ilmu filsafat yang tidak memutlakan realitas sebatas apa yang dilihat (Platonisme).

Salib dan 'jin kafir' adalah sebuah analogi yang keliru. Apalagi dikaitkan dengan patung dan simbol ambulance. Kesesatan berpikir dan berucap seperti ini merupakan sinyalemen keterbatasan memahami rujukan asli dan akhirnya menginterpretasi "sesuka batok gue".

Tidak dapat dipungkiri bahwa Somad lihai memanfatkan situasi. Beberapa tahun terakhir semenjak menjadi populer, jasa ceramahnya selalu diminta oleh tokoh politik (daerah dan nasional) untuk membangun isu yang terkadang kontraproduktif untuk memenangkan sebuah kontestasi. Apalagi dengan slogan "membela Allah dan Agama". Yang benar saja, 

Allah yang Maha Besar dan Maha Segalanya, koq dibela? Bukannya yang sesungguhnya membela kita itu adalah Allah? hanya rumput yang bergoyang yang mampu memberi jawaban, seperti lagu Ebiet yang membuai itu.

Kesadaran hakiki

Dalam momentum yang seperti ini, tentu semua pihak diajak untuk lebih mendinginkan hati dan pikiran seperti kata Bung Ruhut Sitompul "si raja minyak dari Medan". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun