Mohon tunggu...
Ilmu Sosbud

Perbandingan Sistem Kesehatan di Negara Maju dan Negara berkembang

14 November 2022   11:09 Diperbarui: 14 November 2022   11:11 5758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu kualitas sumber daya manusia merupakan kesehatan baik kesehatan masyarakat maupun pelayanan dan fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh suatu negara. Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat yaitu perilaku kesehatan, kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan berperan penting karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan.

Pada umumnya, negara-negara maju memiliki tingkat kesehatan negaranya yang sudah sangat tinggi, angka harapan hidupnya tinggi dan angka kematian bayi pada negara juga rendah. Hal ini karena negara maju cenderung memiliki akses layanan kesehatan yang sangat baik sehingga penyakit penyebab kematian dapat dicegah dan diatasi. Seperti di Jepang, Jepang menempati angka harapan hidup tertinggi ke-4 dan biaya kesehatan per kapita merupakan tertinggi ke-11. Sedangkan, untuk negara berkembang seperti Indonesia menghadapi tantangan dalam membangun sistem kesehatan yang kuat dan handal. Tantangan yang dihadapi antara lain seperti pembiayaan pelayanan kesehatan yang tidak memadai, kurang koordinasi antar lembaga, serta kurangnya tenaga kesehatan.

Sistem kesehatan masyarakat di setiap negara sangat berbeda, tapi memiliki satu tujuan yaitu untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Setiap negara maju maupun berkembang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing dari sistem kesehatan masyarakat yang diterapkan. Sistem kesehatan yang dulu hingga kini di setiap negara mengalami perubahan yang lebih baik.

Kesehatan merupakan salah satu faktor utama dari sebuah negara untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut UU Nomor 52 Tahun 2009 mengenai perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertakwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak.

Terdapat 3 faktor penentu kualitas penduduk yaitu tingkat pendapatan, tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan. Berdasarkan Indeks Ketahanan Kesehatan Global Indonesia di G20 pada 2021 menduduki peringkat 13 dari 19 negara. Indonesia memiliki nilai sebanyak 50,4. Ternilai bahwa kualitas kesehatan masyarakat Indonesia masih rendah karena kesadaran masyarakat akan kesehatan juga rendah, kematian ibu akibat melahirkan dikarenakan pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang tidak sehat dan faktor lainnya. Setelah itu, meningkatnya masalah gizi buruk menjadi salah satu faktor Indonesia mengalami penurunan dan kondisi ini paling fatal jika menyerang anak-anak karena gangguan pertumbuhan yang serius ini bisa merusak masa depan mereka. Meningkat penyakit menular mulai mendominasi dunia kesehatan Indonesia. Prioritas utama Indonesia untuk membasmi HIV/AIDS, tuberkulosis, malaria, DBD, influenza dan flu burung belum sepenuhnya mampu terkendalikan. Tanpa kita sadari, permasalahan kesehatan jiwa di Indonesia sangat besar dan menimbulkan beban kesehatan yang signifikan. Berdasarkan data, lebih dari 14 juta jiwa masyarakat Indonesia menderita gangguan mental dan emosional. Sementara itu, lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikotis).
Di sisi lain dari negara maju memiliki tingkat harapan hidup masyarakat yang tinggi salah satunya merupakan Jepang. Mengacu pada data Kementerian Kesehatan Jepang, 40 persen pria Jepang mengalami kesulitan tidur. Meski demikian, secara mengejutkan, studi The Telegrah mengungkapkan tingkat harapan hidup masyarakat Jepang sangat tinggi, yakni sekitar 85 tahun untuk pria dan 80 tahun untuk wanita. Masyrakat Jepang dipercaya memiliki gaya hidup yang sehat sejak kecil. Sebanyak 98 persen anak-anak Jepang pergi ke sekolah dengan berjalan kaki atau mengendarai sepeda. Sejak kecil, masyarakat Jepang terbiasa dengan pola diet yang sehat.

Di dalam pelayanan kesehatan primer di negara maju, dirasakan lebih baik dikarenakan dari segi petugas pelayanan medis di Amerika Serikat, persentase dokter spesialis lebih tinggi yaitu sekitar 60%. Sedangkan Australia, Kanada, Selandia Baru dan UK lebih banyak bergantung pada dokter umum dan dokter keluarga. Sedangkan untuk negara berkembang dirasakan lambat yang disebabkan oleh lambatnya pelayanan namun lambat pelayanan hanya salah satu contoh dari terlalu lamanya melakukan penegakan diagnosis.

Pada tahun 2010, sekitar 808 juta orang (11-17% dari populasi dunia) mengalami pengeluaran kesehatan katastropik atau melebihi 10% dari konsumsi rumah tangga. Bagi yang memilik rumah tangga yang dibawah rata-rata, pembayaran di luar dugaan ini sering berarti menjadi pemilihan antara membayar untuk kesehatan dan membayar kebutuhan lain seperti makanan atau sewa rumah, memperkuat kemampuan bertahan hidup sehari-hari mereka dan mempengaruhi kesejahteraan fisik, sosial dan ekonomi mereka. Pembiayaan kesehatan di negara berkembang tidak lebih baik dari negara maju. Hal ini disebabkan karena kondisi keuangan pemerintah. Di Afrika, efisiensi pembiayaan kesehatan paling rendah, yaitu sebesar 67% sedangkan di negara-negara Pasifik Barat memiliki efisiensi pembiayaan yang tinggi yaitu sebesar 86%. Namun kembali lagi, pembiayaan kesehatan haruslah didukung dengan sistem kesehatan yang baik. Orang-orang yang tinggal di negara-negara dengan sistem kesehatan yang tidak berfungsi dengan baik, tanpa disertai dengan mekanisme pembiayaan dan asuransi yang tepat, maka akan berisiko untuk mendapatkan bencana atau memiskinkan pengeluarakan ketika akan berobat.

Tanpa diketahui, komunikasi petugas kesehatan dengan pasien menjadi sebuah perbandingan yang perlu diketahui karena komunikasi yang baik dan positif pada akhirnya dapat meningkatkan kepatuhan terhadap perawatan dan pada akhirnya kepercayaan pada sistem kesehatan. Salah satu dampak kesehatan yang baik dan berkualitas tinggi adalah kepercayaan kepada sistem, termasuk kepercayaan terhadap petugas kesehatan dan penggunaan perawatan yang tepat. Ukuran kepuasan kepercayaan tersebut adalah sejauh mana orang percaya dan mau menggunakan perawatan kesehatan. Kepercayaan di sini sangat penting untuk memaksimalkan hasil karena memotivasi partisipasi aktif perawatan, misalnya patuhan terhadap rekomendasi dari perawatan, penggunaan layanan dan termasuk pada saat keadaan emergensi. Di negara berkembang, pengalaman pasien dirasakan buruk dikarenakan akibat dari kurangnya rasa hormat dari petugas kesehatan (41%), waktu tunggu yang lama (37%), komunikasi yang buruk (21%) atau waktu singkat yang dihabiskan dengan petugas kesehatan (37%). Sementara di negara maju malah sulitnya mendapatkan perjanjian dengan dokter terutama setelah jam kerja.

Terdapat jangka yang cukup tinggi dalam sistem kesehatan antara negara maju dan negara berkembang. Dalam essay ini, saya hanya menyoroti beberapa aspek saja tetapi masih banyak lagi yang dapat dievaluasikan dari sistem kesehatan di dunia ini. Negara Maju memiliki sistem kesehatan yang lebih baik dibanding negara berkembang tetapi faktor negara berkembang hampir sama dengan negara lainnya yang mengandalkan layanan pemerintah. Seperti keuangan negara, fasilitas, sumber daya manusia dan yang lainya. Menurut saya, untuk mengatasi kesenjangan ini, program kesehatan di dunia harus mendapatkan dukungan penuh dari seluruh negara dan pemerintah serta rakyatnya, untuk menciptakan sistem kesehatan yang mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan tanpa adanya kesenjangan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun