Adanya pandemi COVID-19 yang merasuk hampir ke seluruh penjuru dunia, benar-benar telah memorak-porandakan tatanan hidup warga. Kehidupan yang semula berjalan teratur dan tersusun rapi, berubah total, termasuk mengguncangkan dunia pendidikan anak- anak kita.
Anak-anak yang semula berangkat dan pulang dari sekolah secara teratur dari Senin sampai Jumat atau Sabtu, dipaksa untuk tetap berada di rumah. Belajar, bermain dan melakukan semua kegiatan di rumah.
Tidak ada lagi canda tawa dengan teman-teman di sekolah. Tidak ada lagi interaksi belajar mengajar dengan bapak ibu guru. Segala sesuatunya dilakukan di rumah.
Perubahan yang sangat signifikan ini tentu saja membawa dampak sangat besar terhadap tatanan kehidupan keluarga. Tanggung jawab ayah tidak lagi hanya bekerja. Tanggung jawab bunda juga tidak lagi pada pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan kantor bagi yang bekerja.Â
Ayah dan bunda melakukan tugas rangkap. Baik sebagai orangtua, guru, pendidik, pembimbing, sekaligus teman bagi anak-anak.
Tugas-tugas dari sekolah memaksa orangtua untuk turun tangan mendampingi, membantu, mengajar, mengingatkan, terutama umtuk anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Orangtua juga menjadi penggerak dan motivator bagi anak untuk membuat proses pembelajaran jarak jauh berhasil. Pertanggungjawaban keberhasilan anak dalam proses pembelajaran dibagi bersama antara guru dan orangtua.
Beberapa hari yang lalu saya berbincang-bincang dengan seorang ibu yang juga memiliki anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Si ibu menceritakan bahwa ia tidak lagi mengawasi dan mendampingi kegiatan PJJ anaknya.
Tugas-tugas, kegiatan tatap muka di aplikasi zoom maupun aturan, jadwal dan tatanan dari sekolah dia serahkan sepenuhnya pada anaknya. Ibu ini mengatakan bahwa ia telah mempercayakan sepenuhnya kegiatan PJJ ini pada anaknya yang kini duduk di bangku kelas 6.
Saking percayanya, atau mungkin karena malas menegakkan disiplin, si ibu membebaskan anaknya bangun pagi sesukanya, tanpa mengindahkan waktu wajib absen dan jadwal belajar yang telah sekolah tetapkan. Memang kelemahan PJJ tanpa tatap muka langsung, membuka celah bagi anak dan orangtua untuk bersikap seenaknya alias tanpa aturan.
Hanya pertemuan virtual, misalnya melalui aplikasi zoom, yang mampu membuktikan bahwa anak benar-benar hadir dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan link video, tugas-tugas nelalui pesan-pesan singkat, baik melalui google classroom maupun whatsapp tidak ada tatap muka langsung. Situasi ini bisa saja menggiring anak atau orang tua berlaku tidak disiplin.
Misalnya, alih-alih anak, orangtua yang mengisi absen. Anak-anak tidak mengikuti jadwal yang telah sekolah tetapkan. Membuka link video dan mengerjakan tugas di luar waktu yang telah ditentukan, atau tidak mengenakan seragam saat jam sekolah.