Copernicus Earth Observation Programme yang dikelola oleh Uni Eropa merilis fakta bahwa kenaikan suhu rata-rata bumi di tahun 2024 mencapai 1,5 derajat Celcius dibandingkan dengan masa pra industri (1850-1900).
Negara-negara yang terletak di sekitar khatulistiwa lebih merasakan dampaknya karena suhu rata-rata yang relatif lebih tinggi dibanding belahan bumi yang lain. Di Medan, sebuah kota padat penduduk di Indonesia, situs Sunheron mencatat suhu tertinggi di tahun 2025 berada diantara 31-33 derajat Celcius dan suhu terendah antara 22-23 derajat Celcius. Padahal di tahun 1980 rata-rata suhu tertinggi di Kota Medan sebesar 30 derajat Celcius, menurut situs Hikersbay.
Faktor manusia masih menjadi faktor dominan perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan suhu meski faktor fenomena alam seperti El Nino dan aktivitas matahari juga berkontribusi.
Untuk mencegah perubahan iklim lebih parah, diperlukan komitmen kebijakan yang seirama di seluruh dunia. Kata kuncinya adalah "berwawasan lingkungan dan berkelanjutan". Perkembangan teknologi, pembangunan, dan modernisasi kehidupan harus memperhitungkan dampak lingkungan.
Muncullah istilah ekonomi hijau (green economy), yakni aktivitas ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat tetapi juga mengurangi kerusakan lingkungan dan menciptakan keberlanjutan. Keberlanjutan lingkungan berhubungan dengan penggunakan energi baru terbarukan, pengurangan emisi karbon, efektivitas penggunaan energi, proyek agrikultur yang berkelanjutan, dan proyek konservasi flora dan fauna.
Investasi hijau (green investment) kemudian  menunjuk pada segala bentuk investasi (proyek, bisnis, inisiatif) yang memperhitungkan kelestarian dan keberlanjutan lingkungan tersebut.
Kebijakan hijau
Sejak beberapa dekade terakhir, negara-negara di dunia telah menaruh perhatian khusus pada isu keberlanjutan lingkungan. Berbagai kebijakan dikeluarkan untuk mendorong pergeseran investasi ke hal-hal yang berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan. Kebijakan seperti ini kemudian dikenal dengan istilah kebijakan hijau (green policy).
Beberapa kebijakan tersebut seperti peluncuran obligasi hijau, pemberian insentif pajak, pembiayaan hijau, dan standar lingkungan. Obligasi hijau adalah penghimpunan dana dari proyek investasi yang kemudian dialokasikan pada proyek-proyek keberlanjutan lingkungan.
Insentif pajak dan pembiayaan diberikan kepada investasi-investasi yang mendukung keberlanjutan lingkungan. Sementara standar lingkungan ditingkatkan untuk meminimalkan dampak lingkungan yang terjadi dari proyek-proyek investasi.
Indonesia sendiri telah memulai kebijakan hijau sejak tahun 2013. Pada tahun itu, Indonesia memulai program bersama dengan Global Green Growth Institute (GGGI) bertajuk 'Program Pertumbuhan Hijau Pemerintah Indonesia'.