Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Kerawanan Generasi Milenial dalam Politik dan Radikalisme

7 Maret 2020   02:02 Diperbarui: 7 Maret 2020   17:28 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan data pengguna media sosial di atas maka dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang asyik berdiskusi (baca: berdebat) di media sosial itu adalah generasi milenial. Rombongan pendemo yang menentang RUU KHUP di berbagai daerah pada September 2019 lalu juga adalah generasi milenial. Pergerakannya mereka sangat cepat dikoordinasikan melalui media sosial.

Berbeda dengan demonstrasi mahasiswa pada Reformasi 1998 dan Malari 1974. Kedua demonstrasi itu terjadi setelah akumulasi peristiwa dalam waktu yang panjang menyangkut ketimpangan ekonomi, hukum, dan pemerintahan. Pengorganisasian aksi protes juga butuh waktu lama setelah melewati banyak diskusi tatap muka.

Anak muda memang memiliki kecenderungan ingin mendapat tempat di ruang publik. Mereka ingin mengungkapkan ekspresi, ingin didengar dan berpartisipasi dalam kehidupan publik sebagaimana yang ditulis peneliti Microsoft, Danah Boyd, dalam bukunya It's Complicated (2014).

Tuntutan yang saat ini menyangkut kebijakan pemerintah, pada level dan momentum tertentu, bisa menyasar bentuk pemerintahan dan pondasi negara sebagai mana yang terjadi di negara-negara Arab pada tahun 2010-an yang dikenal dengan peristiwa Arab Spring.

Generasi Milenial dan Tantangannya

Hasil survei yang dirilis situs ReachOut menyatakan bahwa alasan anak muda mengakses media sosial adalah untuk berbicara dengan teman, bergabung dalam percakapan grup, bertemu orang baru, mempelajari tentang kejadian terkini dan untuk tetap mendapatkan informasi terbaru dari konten online. Alasan "aneh" lain yang dikemukakan adalah karena merasa bosan tidak ada kegiatan dan merasa ada yang hilang jika tidak up to date dengan media sosial.

Media sosial memang menjadi jalan pintas untuk bertemu orang-orang tanpa harus menghabiskan banyak waktu dan energi untuk keluar rumah. Namun lebih dari itu, media sosial digemari karena penggunanya bisa membentuk jaringannya sendiri dan menciptakan publiknya sendiri.

Perilaku dan preferensi generasi milenial pun dinilai berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Studi yang dirilis Asis&t mengklaim bahwa generasi milenial hidup dalam perputaran informasi yang berusia sangat pendek.

Informasi cepat dimunculkan dan cepat pula berubah. Anak muda tidak sempat merenung berlama-lama karena informasi yang baru sudah datang atau informasi yang ingin direnungkan itu sudah berubah.

Generasi milenial kemudian menjadi konsumen yang semakin menuntut informasi yang lebih menarik dan interaktif. Jika tidak demikian, mereka tidak akan mengonsumsi informasi tersebut.

Generasi milenial juga tidak lagi sekedar konsumen informasi tetapi menjadi kreator informasi. Itu sebabnya akun-akun berita di media sosial lebih banyak diminati daripada versi website karena pengguna bisa turut menambah informasi (co-production) melalui komentar.

Aktivitas mencipta dan mengkonsumsi itu pun berputar dan bergerak seperti sebuah roda, merubah posisi seiring waktu. Karena generasi milenial menciptakan informasi dan informasi membentuk mereka, maka generasi milenial dikhawatirkan sulit mengenali dan merefleksi diri mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun