Mohon tunggu...
berbagikata
berbagikata Mohon Tunggu... Seniman

Menyukai dunia sastra dan menyampaikan dengan benar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan dan Kepergian

10 Agustus 2025   18:32 Diperbarui: 10 Agustus 2025   18:32 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://id.pinterest.com/pin/781022760381784427/

Bagiku untuk pergi darinya adalah dengan cara menyakitinya. Tetapi, ternyata tidak mudah untuk melakukan hal yang salah. Apalagi dengan cara benar. 

Kulihat, mata Khaira berbinar menatap rembulan melalui kamarnya. Jendela berukuran kecil itu, menggugah isi hati perempuan itu untuk bangkit dari rasa sakit yang menindihnya hingga menjadi luka luar dari sayatan-sayatan beling kaca masa lalu. Seharusnya, kebodohan itu tak membuatnya lupa soal Tuhan. Setidaknya jika harga diri ia korbankan, maka Tuhan adalah jalan ketakutan.

Hujan di bulan September memang benar-benar mengguyur kota Sanca. Malam yang berkelipan ditambah gedung-gedung tinggi mencangkra keheningan malam sepi, menghamburkan serpihan-serpihan debu dari etalse di mal tengah kota. Udara dingin membuat Khaira untuk pulang dari pertemuannya dengan Rama. Kali itu, adalah pertemuan ketujuhbelas. Namun tak ada kabar apapun mengenai hubungan tabu yang dijalani selama berbulan-bulan. 

Banyak hal yang mereka bicarakan. Hingga cita-cita kandas Khaira raih karena sesuatu yang takkan membuatnya membuka hati.  Aku melihat Khaira sambil menatap awan gelap. Dia berada diantara guyuran hujan dan aku berjarak sedikit jauh menjangakunya. Seorang pria datang dari arah belakang. Membawa payung dan meneduhkannya ke Khaira. Tak ada yang keluar dari ucapannya. Mata kedua manusia yang dilanda gundah gulana itu hampa dan penuh kekakuan. Namun, jika tak ada yang bicara, siapa lagi jika bukan Rama. Khaira begitu ambigu dalam memutuskan sebuah komitmen. 

"Mengapa kamu ragu dengan ucapanku RA?" 

"Maaf Rama, aku tak bisa bersamamu selamanya."

"Apakah kamu tidak cinta padaku?"

Khaira terdiam mendengar Rama menyatakan isi hatinya, karena ia juga benar-benar cinta pada pemuda itu. Tetapi, pada akhirnya perasaan dan perjalanan yang selama ini terjalin adalah sebuah kekosongan. Tak ada apapun untuk kembali. Semua soal hati luput dari ungkapan kebohongan untuk diri sendiri. Lihat, semua orang dapat menjalankan kisah cintanya dengan indah, dengan penuh kenangan, sedangkan Khaira hanya imajinasi belaka meski ia dan Rama memang sering bersama. 

Hujan masih mengguyur Kota Sanca dengan begitu lebat. Payung yang tadinya menghalangi rintik hujan ke ubun-ubun Khaira terbang terbawa angin. Sedangkan jaket hujan yang dikenakan Rama tekipas-kipas oleh rintik hujan. Sebuah kotak berlapis kain baldu merah berada di sakunya. Sudah lama ia ingin memberikan sebuah cincin permata untuk melamar perempuan idamannya. Sesungguhnya, Khaira tahu jika Rama begitu ingin mengatakan sesuatu. Ia juga tahu apa isi dari pesan dalam lubuk hatinya. Tetapi, karena hati Khaira sedang gundah, terutama jangan sampai Rama terus mempertanyakannya, ia harus pergi. Lebih baik menolak dengan kasar daripada Rama menjadi bulan-bulanan orang nantinya jika menikah dengan Khaira. Apa yang akan perempuan itu lakukan. Kecuali merenungi penyesalan.

"Khaira apa kamu tidak merasakan isi hatiku selama ini?" Jawab Rama di tengah badai hujan. Orang-orang berkeremununan berteduh di toko-toko dan halte.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun