Fatah telah mempersiapkan segalanya. Alat untuk membawa si bayi, obat-obat penghilang rasa sakit, dan beberapa pakaian bersih yang telah di masukkan ke dalam tas rangselnya. Fitri pelan-pelan telah didudukkannya. Ari-ari si kecil Mabda' dimasukkan ke dalam kotak yang telah disediakannya dan dimasukkan ke dalam tasnya.
" Kamu ndak papa Fit?" Fatah membisiki adiknya.
" Tidak mas, hanya saja sakitnya sudah mulai terasa semua. Bolehkah aku membawa serta Sasa bersama kita mas?"
" Memang itu recananya. Biarkan Sasa membuka jalan dan kemudian dia mengawal perjalanan kita."
" Baik mas."
Mabda ditaruh di kereta bayi. Fatah menggendong Fitri sambil mendorong kereta. Meskipun agak kesusahan, Fatah nampak sangat bahagia melakukannya. Beberapa kali dia cium kening Fitri. Fatah keluar kamar dan kemudian berhenti tepat di depan pintu. Dia tampak kaget pada pemandangan yang ada dihadapannya. Matanya membelalak dan tubuhnya tiba-tiba tegak. Sasa megonggong dengan keras.
" Apa yang kamu lakukan padanya Tih?" Bentak Fatah.
Segera seluruh keluarga yang masih di ruang makan berhamburan menuju sumber suara. Kini Rahman mulai berada di tengah antara Fatih dan adiknya yang sedang bersitegang. Fatah menurunkan Fitri dan mendudukkannya di kursi tamu yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.
" Mana laki-laki yang telah mencemarkan nama baik keluarga kita?" Rahman segera berlari dan menghajar seorang lelaki yang masih terikat itu dengan perjalinnya. " lelaki brengsek, sudah berani bertindak tidak mau bertanggung jawab. Mau lari kemana kau?"
Seketika Fitri pingsang menyaksikan aksi bapaknya yang tampak dari jendela kaca rumahnya.Â
" Hentikan!" Bentak Fatah. " Aku tidak ingin apa yang terjadi di sini menarik perhatian tetangga." Fatah mengetahui kalau yang paling dipedulikan oleh keluarganya adalah tetangga sekitar rumahnya. " Aku tidak ingin, besok seluruh desa menggunjingkan kita." Suaranya merendah.