Mohon tunggu...
Benny Wirawan
Benny Wirawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kedokteran dan blogger sosial-politik. Bisa Anda hubungi di https://www.instagram.com/bennywirawan/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Praperadilan, Persekusi, dan Perlindungan Hukum

28 November 2017   16:13 Diperbarui: 28 November 2017   16:31 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://translampung.com

Publik Indonesia sedang bersiap menonton Babak Kedua dari drama Setnov vs. KPK Episode 2. Setelah episode pertama, yang diserukan adegan 'papa masuk rumah sakit', diakhiri dengan putusan praperadilan, Episode 2 terlihat seperti copy-paste. Diawali dengan pertarungan seru Papa Setnov melawan Monster Tiang Listrik di babak pertama, babak kedua kembali melaju di meja praperadilan.

Apa tidak bosan dengan praperadilan? Sepertinya dewasa ini banyak tokoh yang tersandung penyidikan KPK memilih mendaftarkan kasus praperadilan dari pada diperiksa. Tidak jarang pula jalur praperadilan ini membuahkan hasil: si tersangka bebas dari jerat hukum. Sepertinya lebih banyak target KPK yang lolos melalui praperadilan dari pada Pengadilan Tipikor. Jika KPK ibarat Superman per-korupsian Indonesia, praperadilan bak kryptonitenya.

Mungkin banyak kita yang bertanya: jika praperadilan menghambat penghukuman koruptor, apa gunanya dia ada? Bukankah ia melindungi penjahat?

Jawabannya adalah: praperadilan ditujukan untuk melindungi kita. Ya, saya dan Anda sesama warga Indonesia. Kita lah dilindungi lewat adanya institusi praperadilan. Dilindungi dari siapa? Kesewenang-wenangan penegakkan hukum.

Dalam negara hukum, warga negara memiliki hak untuk melalui proses hukum yang baik dan benar. Nama kerennya Habeas Corpus.Proses hukum ini tidak dimulai dari meja hijau tapi jauh sebelum itu. Sejak ada pelaporan ke polisi proses hukum ini sudah berjalan. Maka, dibuatlah aturan-aturan birokratis untuk menjamin jika saya atau Anda diduga melanggar hukum, pembuktiannya harus benar dan jelas. Salah satu bentuknya adalah praperadilan.

Ironisnya, institusi perlindungan hukum ini gagal melindungi orang-orang yang memerlukan. Lihatlah siapa yang paling sering diuntungkan dengan adanya praperadilan: para tersangka-tersangka berkerah putih. Pejabat, politisi, pebisnis, dan sejenisnya. Orang-orang inilah, jika tersandung hukum, yang sering kali memanfaatkan adanya praperadilan.

Bagaimana dengan pasangan diduga mesum di Jawa Barat itu? Bagaimana pula dengan terduga maling amplifier masjid yang dibakar hidup-hidup? Apakah mereka mendapat perlindungan hukum yang sama dengan Setya Novanto dan tiang listriknya? Mereka sama-sama memiliki hak praduga tak bersalah, tapi saat yang satu menunggu praperadilan di rumah sakit yang lainnya menderita fisik dan psikis, bahkan mati, karena diduga melanggar hukum.

Perlindungan hukum di Indonesia menghadapi masalah yang aneh. Di satu sisi kurang adanya perlindungan hukum. Setiap anggota masyarakat merasa dirinya menjadi penyidik, jaksa, hakim, dan algojo sekaligus. Mereka merasa berhak menyelidiki, menutut, memvonis, dan mengeksekusi sendiri tiap orang yang dirasa bersalah. Hukum mana yang dilanggar? Entahlah. Yang penting jika cukup banyak orang merasa ia bersalah, ia harus dihukum. Hukumannya apa? Terserah mereka pula. Yang penting mayoritas hepi.

Di sisi lain, terjadi kelebihan perlindungan hukum melalui institusi-institusi birokratis dan pengadilan. Praperadilan adalah salah satu contohnya. Contoh lain adalah peraturan perlunya izin presiden untuk menyidik anggota DPR. Ini masih aturan-aturan besar yang mengatur interaksi hukum antara badan-badan yang berbeda. Masih banyak lagi peraturan internal polisi, kejaksaan, kehakiman, dan KPK yang tentunya menambah panjang alur administratif yang dapat digunakan untuk menghambat penindakan bagi para pelanggar.

Apa sih akar masalahnya?

Menurut saya, masyarakat Indonesia memiliki kombinasi unik kebutaan hukum dan kesenjangan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun