Bagi Gus Dur, humor bukan penghindaran dari masalah, melainkan cara cerdas untuk menghadapinya. Dengan humor, ia bisa menertawakan diri sendiri, meredakan ketegangan, dan sekaligus menyampaikan kritik sosial yang tajam tanpa menimbulkan permusuhan.
Contoh kecil: ketika ditanya soal banyaknya lawan politik yang menyerangnya, Gus Dur dengan enteng menjawab, "Gitu aja kok repot." Sebuah kalimat yang singkat, sederhana, tapi membuat lawan-lawannya tak punya celah untuk memperpanjang konflik.
Kesehatan Mental dan Kebahagiaan
Di tengah masyarakat modern yang penuh tekanan, pesan Gus Dur terasa semakin relevan. Fenomena overthinking, kecemasan kolektif, hingga budaya kerja yang menguras energi mental, sering membuat orang terjebak dalam lingkaran stres.
Lelucon Gus Dur memberi jalan keluar sederhana: belajar mengurangi beban pikiran yang tak perlu. Dengan tidak memikirkan apa yang tidak kita ketahui, kita melatih diri menerima keterbatasan. Dengan tidak terus-menerus memikirkan yang sudah kita tahu, kita belajar hidup dengan rasa cukup.
Prinsip ini, jika diinternalisasi, bisa menjadi modal penting bagi kesehatan mental masyarakat.
Gus Dur, Cermin Bangsa yang Butuh Tawa
Sejarah bangsa ini penuh dengan dinamika: dari perjuangan melawan kolonialisme, pergulatan politik, hingga masalah kemiskinan dan ketidakadilan. Dalam perjalanan panjang itu, masyarakat butuh oase berupa tawa.
Gus Dur hadir bukan hanya sebagai presiden atau tokoh pluralisme, tetapi juga sebagai "guru kehidupan" yang mengajarkan bangsa untuk tetap bisa tertawa di tengah keterpurukan.
Tawa dalam versi Gus Dur adalah bentuk keberanian. Berani untuk tidak terjebak dalam keseriusan yang membebani, dan berani untuk melihat hidup dari sisi yang lebih ringan.
Warisan Tawa yang Menyehatkan