Musisi Menggugat ke MK
Ketentuan mengenai pembayaran royalti dalam UU Hak Cipta belakangan memicu polemik dan menjadi sorotan publik. Banyak pihak merasa ragu bahkan khawatir ketika ingin memutar atau membawakan lagu karena adanya kewajiban pembayaran royalti. Saat ini, aturan tersebut sedang diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui gugatan yang diajukan sejumlah musisi Indonesia. Para pemohon menuntut adanya kepastian hukum yang jelas terkait hak royalti ketika karya mereka digunakan atau dibawakan pihak lain.Â
Dari sisi pencipta lagu, kehadiran royalti adalah bentuk perlindungan hak cipta. Namun, beberapa musisi justru menggugat aturan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena menilai implementasinya tidak konsisten. Mereka menuntut kejelasan mekanisme pungutan agar royalti benar-benar sampai kepada pencipta karya, bukan berhenti di lembaga pengelola.
Jalan Tengah yang Diharapkan
Polemik ini menegaskan bahwa perlindungan hak cipta adalah kebutuhan mendesak. Namun, caranya harus mempertimbangkan keadilan bagi semua pihak. Beberapa opsi yang bisa dipertimbangkan:
Royalti Kolektif Berbiaya Murah -- Pemerintah dapat menetapkan tarif royalti kolektif khusus angkutan umum dengan biaya ringan, sehingga tidak membebani operator maupun penumpang.
Kerja Sama dengan Platform Musik Digital -- PO bus dapat berlangganan layanan streaming legal yang sudah mencakup lisensi musik.
Dialog Multi-Pihak -- Organda, LMKN, musisi, dan pemerintah perlu duduk bersama merumuskan regulasi yang adil, transparan, dan aplikatif.
Refleksi di Tengah Hening
Transportasi umum bukan hanya soal perpindahan dari titik A ke titik B. Ia juga ruang kebersamaan, tempat lahirnya interaksi sosial, dan pengalaman kolektif. Musik, betapa pun sederhananya, telah menjadi bagian dari identitas perjalanan darat di Indonesia.