Suasana di dalam bus antarkota kini terasa berbeda. Jika dulu perjalanan ditemani irama dangdut, pop, atau tembang nostalgia, kini hanya suara mesin dan dengungan ban yang mengisi kabin. Beberapa perusahaan otobus (PO) mengambil langkah drastis: menghentikan pemutaran musik demi menghindari potensi tuntutan pembayaran royalti.
Kebijakan ini berakar pada PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik, yang mewajibkan pembayaran royalti bagi pemanfaatan lagu di ruang publik, termasuk bus.
Keputusan Berat PO Bus
PO Gunung Harta Transport Solutions (Malang) menjadi salah satu yang pertama mengumumkan kebijakan ini. Melalui akun resminya, mereka menegaskan: "Untuk sementara waktu, pemutaran musik dalam bus kami nonaktifkan. Hal ini demi menghormati aturan royalti dan menghindari beban tambahan kepada penumpang."
Langkah serupa juga diambil oleh PO Haryanto (Kudus). Dalam surat edaran tertanggal 16 Agustus 2025, manajemen menyebut: "Seluruh kru dilarang memutar lagu dari USB, YouTube, maupun media lainnya. Apabila terjadi tuntutan dari LMKN, maka kru yang bersangkutan bertanggung jawab secara pribadi."
Tidak hanya itu, PO SAN Putra Sejahtera juga mengumumkan penghentian fungsi AVOD (Audio Video on Demand) di seluruh armada. "Kami tidak ingin ada biaya tambahan yang pada akhirnya membebani konsumen," ujar pihak manajemen SAN melalui unggahan di Instagram resminya.
Bahkan PO Sumber Alam dan PO Eka Mira (Sidoarjo) kompak menyuarakan tagar #TransportasiIndonesiaHening sebagai bentuk protes halus atas kebijakan ini.
Dampak pada Pengalaman Penumpang
Perjalanan antarkota kini berubah. Tanpa musik, perjalanan terasa panjang, kaku, dan sepi. Bagi sebagian penumpang, hening mungkin menyenangkan---memberi kesempatan beristirahat atau bekerja tanpa gangguan. Namun, bagi yang terbiasa dengan lantunan lagu selama perjalanan, ada rasa kehilangan.
Musik selama ini bukan sekadar pengisi ruang kosong. Ia adalah perekat sosial, pengusir bosan, bahkan bagian dari identitas perjalanan. Lagu dangdut koplo yang mengalun di malam hari atau tembang nostalgia saat bus melaju di jalur lintas selatan, menjadi cerita tersendiri bagi para penumpang. Kini, cerita itu seakan tercerabut.