Menuju Ekonomi Maritim yang Inklusif
Pemerintah pusat dan daerah sebenarnya telah menempatkan kawasan timur Indonesia dalam prioritas pembangunan maritim. Namun, untuk mewujudkan ekonomi maritim yang inklusif, pembangunan tidak boleh hanya berpusat pada kota besar seperti Makassar. Pelabuhan-pelabuhan menengah seperti Bajoe justru menjadi titik sentuh antara masyarakat dan pasar. Dari sinilah ekonomi rakyat—dari petani, nelayan, pedagang, hingga pelaku UMKM—berkesempatan naik kelas dan terhubung dengan jejaring ekonomi nasional.
Inklusivitas juga berarti membangun sumber daya manusia (SDM) lokal yang mampu mengelola, memanfaatkan, dan mengembangkan potensi daerahnya. Hal ini menuntut perhatian lebih pada pendidikan vokasi kelautan, pelatihan logistik, dan penguatan usaha mikro yang menopang aktivitas ekonomi pelabuhan.
Pemerintah daerah, baik kabupaten maupun provinsi, memiliki peran penting dalam memperluas manfaat ekonomi dari Pelabuhan Bajoe. Meskipun peningkatan fisik pelabuhan sudah dilakukan secara bertahap, pengembangan ekosistem ekonomi di sekitarnya—seperti kawasan industri kecil, pusat logistik terpadu, serta dukungan pembiayaan usaha—masih perlu ditingkatkan.
Dengan perencanaan yang tepat dan partisipasi masyarakat, pelabuhan ini dapat berkembang tidak hanya sebagai simpul transportasi laut, tetapi juga sebagai katalis pertumbuhan ekonomi daerah yang berbasis potensi lokal dan berkelanjutan.
Transformasi untuk Masa Depan
Mengembangkan Pelabuhan Bajoe bukan hanya soal membangun dermaga baru atau menambah kapal penyeberangan. Ini tentang menyusun visi bersama: menjadikan Bajoe sebagai pusat pertumbuhan ekonomi maritim yang inklusif dan berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, serta pelaku swasta dan masyarakat sipil menjadi kunci.
Transformasi Bajoe juga harus dibarengi dengan penerapan teknologi pelabuhan pintar (smart port), penguatan tata kelola logistik, dan integrasi dengan kawasan industri serta sentra produksi lokal. Bayangkan jika hasil bumi dan laut dari Bone dapat diproses, dikemas, dan diekspor langsung melalui Bajoe. Maka nilai tambah tidak lagi berhenti di hilir, melainkan dinikmati pula oleh masyarakat di hulu.
Menjemput Asa dari Pesisir Bone
Di tengah gempuran arus urbanisasi dan ketimpangan wilayah, harapan akan pertumbuhan ekonomi yang merata lahir dari tempat-tempat seperti Bajoe. Pelabuhan ini adalah simbol bahwa pembangunan tidak harus bertumpu pada megaproyek perkotaan, tetapi bisa dimulai dari simpul-simpul kecil yang hidup berdampingan dengan denyut masyarakat lokal.
Sebagaimana laut yang menghubungkan, bukan memisahkan, maka Pelabuhan Bajoe harus dilihat bukan sekadar titik keberangkatan dan kedatangan. Ia adalah penghubung ekonomi, budaya, dan masa depan masyarakat Bone dan kawasan timur Indonesia. Dari Bajoe, kita belajar bahwa pembangunan daerah bisa dimulai dari dermaga kecil yang bermimpi besar.