Dalam peta perjalanan panjang menuju Visi Indonesia Emas 2045, tahun anggaran 2025 menjadi simpul penting yang menandai babak baru dalam sejarah pembangunan nasional. Didesain sebagai APBN transisi, rancangan kebijakan fiskal tahun depan tidak hanya menjembatani pergantian pemerintahan, melainkan juga menyinergikan strategi jangka pendek, menengah, dan panjang guna menjaga ketahanan ekonomi nasional di tengah lanskap global yang penuh gejolak.
Di tengah stagnasi ekonomi dunia, kinerja perekonomian Indonesia justru menunjukkan daya tahan (resiliensi) yang patut diapresiasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa neraca perdagangan Indonesia hingga pertengahan 2025, masih mencatatkan surplus. Terakhir, pada Juni 2025, surplus mencapai USD 4,10 miliar, didorong oleh ekspor nonmigas terutama dari sektor manufaktur dan hilirisasi mineral.
Inflasi Terjaga, Fundamental Ekonomi Stabil
Laju inflasi nasional tetap terkendali pada kisaran 1,87% (yoy), lebih rendah dibandingkan mitra dagang utama seperti Amerika Serikat (2,7%), India (2,1%), dan Jepang (3,3%). Ini merupakan hasil sinergi bauran kebijakan moneter dan fiskal yang terus menjaga keseimbangan antara daya beli masyarakat dan stabilitas harga. Di saat negara lain bergulat dengan tekanan harga dan disrupsi rantai pasok, Indonesia tetap mampu mengendalikan harga pangan dan energi.
Namun demikian, tantangan global bukanlah hal sepele. Penurunan inflasi global yang masih lambat menyebabkan tertundanya normalisasi kebijakan moneter oleh bank sentral negara-negara maju, seperti The Fed dan ECB. Akibatnya, arus modal global tetap volatil dan tekanan nilai tukar menjadi tantangan tersendiri bagi emerging markets, termasuk Indonesia.
Geopolitik dan Fragmentasi Global: Ancaman Nyata
Ketegangan geopolitik dunia belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Konflik Rusia-Ukraina masih terus berlangsung, dan eskalasi di kawasan Timur Tengah kembali meningkat seiring konflik di Jalur Gaza. Selain itu, rivalitas strategis Amerika Serikat dan Tiongkok semakin memanas, berdampak pada fragmentasi rantai pasok global dan meningkatnya kebijakan proteksionisme.
Dampaknya tak hanya terasa di sektor perdagangan, tetapi juga pada ketidakpastian harga komoditas strategis, terutama energi dan pangan. Dalam situasi ini, APBN harus mampu memberikan bantalan fiskal sekaligus fleksibilitas untuk merespons perubahan cepat di tingkat global.
APBN 2025: Pilar Menuju Asta Cita
Dalam Nota Keuangan 2025 yang disampaikan pemerintah kepada DPR, bahwa APBN diarahkan untuk: