Pemerintah memang telah mencanangkan pendidikan karakter sebagai bagian dari kurikulum merdeka belajar. Namun, tantangannya jauh lebih besar daripada sekadar memasukkan budi pekerti dalam silabus pelajaran. Esensi pendidikan karakter adalah keteladanan, bukan sekadar teori.
Revitalisasi pendidikan budi pekerti harus dimulai dari keluarga, sebagai sekolah pertama dan utama. Orangtua tidak boleh abai dalam menanamkan nilai melalui contoh nyata. Lembaga pendidikan formal pun harus berani menjadikan pembentukan watak sebagai indikator utama keberhasilan, bukan hanya capaian akademik.
Peran tokoh masyarakat, guru, pemuka agama, media massa, dan tokoh publik juga sangat menentukan. Di sinilah pentingnya konsistensi nilai. Tidak mungkin kita mengharapkan anak-anak bangsa bersikap jujur jika mereka setiap hari disuguhi berita tentang manipulasi dan kebohongan yang dibiarkan atau bahkan diberi panggung.
Membangun Budaya Nilai
Upaya membangkitkan kembali budi pekerti luhur tidak bisa dikerjakan secara instan. Ia harus menjadi gerakan kultural, bukan sekadar kebijakan formal. Butuh waktu, ketekunan, dan konsistensi lintas generasi.
Pemerintah harus terus mendorong regulasi yang memberi insentif bagi lembaga pendidikan dan komunitas yang berhasil menumbuhkan budaya integritas dan nilai luhur. Media harus diajak berperan aktif dalam mengarusutamakan narasi positif, bukan justru menyuburkan sensasionalisme yang nihil edukasi.
Sekolah dan universitas perlu menjalin sinergi dengan komunitas lokal dalam praktik nilai: melalui kegiatan sosial, proyek gotong royong, maupun aksi literasi budaya yang berakar pada tradisi luhur bangsa.
Menuju Indonesia Bermartabat
Indonesia yang kita cita-citakan bukan sekadar bangsa besar secara ekonomi atau teknologi. Kita ingin menjadi bangsa yang bermartabat: beradab dalam peradaban, berkarakter dalam kompetisi, dan berbudi pekerti dalam kebhinekaan.
Itulah mengapa budi pekerti luhur harus dikembalikan ke panggung utama dalam pembangunan bangsa. Tanpa itu, kita mungkin bisa mencetak generasi yang pintar, tapi tak punya arah. Kita bisa menjadi negara maju, tapi rapuh secara moral.
Budi pekerti bukan romantisme masa lalu. Ia adalah kebutuhan mendesak masa kini dan penentu masa depan.