Fenomena perselingkuhan ibarat gelombang laut yang tak pernah berhenti. Muncul dalam sunyi, menghantam dengan gemuruh. Ia bukan barang baru dalam kehidupan manusia, tetapi selalu menyisakan luka yang tak kunjung sembuh. Lantas, ketika seseorang berselingkuh, adakah harapan untuk sembuh? Ataukah ini semacam "penyakit" yang tak bisa diobati?
Pertanyaan itu kini makin relevan di tengah masyarakat yang terhubung secara digital namun semakin renggang secara emosional. Tayangan infotainment, kasus viral selebritas, hingga pengakuan anonim di media sosial seolah menyuarakan satu hal: selingkuh itu biasa. Tetapi, benarkah sebiasa itu?
Lebih dari Sekadar "Main Hati"
Selingkuh bukan hanya tentang tubuh yang berpindah, tetapi tentang hati yang berpaling. Ia bisa muncul dari ketidakpuasan emosional, luka pengasuhan, keinginan untuk validasi, atau bahkan kebiasaan destruktif yang tidak pernah dikritisi. Dalam kacamata psikologi, perselingkuhan kerap berakar dari ketidakmampuan individu mengenali dan mengelola perasaannya sendiri.
Bagi sebagian pelaku, selingkuh menjadi cara mencari pelampiasan atau penghiburan dari relasi yang hambar. Namun bagi yang lain, ini adalah bentuk sabotase terhadap kebahagiaan yang sulit diterima. Dalam istilah psikologi populer, ini mirip dengan self-sabotage: merusak sesuatu yang baik karena merasa tidak layak mendapatkannya.
Bukan Soal Cinta, Tapi Kontrol
Menariknya, banyak perselingkuhan terjadi bukan karena pasangan tak lagi mencintai pasangannya, tetapi karena mereka ingin merasa berkuasa. Kekuasaan itu bisa berbentuk atensi, kontrol emosional, atau pengaruh atas orang lain. Di sinilah perselingkuhan menjelma sebagai permainan ego yang tak sederhana.
Dalam banyak penelitian, kecenderungan berselingkuh juga dipengaruhi faktor kepribadian. Mereka yang cenderung narsistik, impulsif, atau memiliki masalah dengan empati, lebih rentan tergoda. Apalagi jika lingkungan sosialnya permisif, atau bahkan mendukung perilaku menyimpang itu secara diam-diam.
Apakah Bisa Disembuhkan?
Pertanyaan ini menuntut kita jujur pada satu hal: apakah pelaku selingkuh ingin berubah? Karena pada dasarnya, tidak ada terapi atau obat yang efektif tanpa kemauan kuat dari individu itu sendiri.