Pernyataan Bambang Pacul sebenarnya mengandung harapan agar politik Indonesia kembali pada ruang etika. Bahwa kontestasi seharusnya bukan ajang saling menjatuhkan, tetapi arena saling menunjukkan kualitas pribadi dan visi kebangsaan.
Namun, kenyataannya, ruang politik sampai hari ini masih kerap penuh dengan kebisingan fitnah, rekayasa narasi, dan polarisasi yang dirancang. Dalam situasi seperti itu, kehadiran figur-figur "baik" dan "cantik" menjadi penting, bukan sebagai gimmick, tetapi sebagai penyeimbang. Mereka adalah sumber oksigen yang menyejukkan ruang demokrasi yang sesak oleh kepentingan.
Sayangnya, mereka sering jadi sasaran. Figur baik kerap dibungkam dengan framing. Figur cantik dicurigai, bahkan direndahkan, seolah mereka tak punya kedalaman. Padahal, justru karena karakter mereka itulah publik merasa memiliki harapan.
Etika Jawa dan Realitas Politik
Sebagai politikus senior dari Jawa Tengah, Bambang Pacul tentu paham betul dengan filosofi Jawa yang halus namun mengena. Dalam budaya Jawa, ucapan adalah simbol, dan simbol adalah cara mengelola konflik tanpa merusak harmoni. Maka, pernyataan "jangan lawan orang baik dan orang cantik" juga bisa dibaca sebagai pengingat untuk tidak melupakan nilai-nilai adiluhung yang dulu menjadi dasar kekuasaan: keluhuran budi, pengabdian, dan sikap eling (ingat akan batas).
Kini, ketika politik kian pragmatis dan berisik, nilai-nilai tersebut terasa asing. Oleh karena itu, pesan Bambang Pacul menjadi relevan: jangan sampai kita terseret dalam arus kekuasaan yang menjauh dari kebaikan dan kecantikan hati.
Sebuah Refleksi Bagi Kita Semua
Apa yang disampaikan Bambang Pacul bukan hanya sindiran untuk lawan politiknya. Itu adalah pesan halus bagi siapa saja yang sedang berada dalam pusaran kekuasaan. Bahwa politik, tanpa etika dan keindahan, hanya akan menjadi pertarungan kosong yang melelahkan.
Sebaliknya, bila para pemimpin kembali menjadikan kebaikan sebagai fondasi dan kecantikan nurani sebagai wajah, maka demokrasi Indonesia tidak hanya akan matang secara institusi, tetapi juga dewasa secara budaya.
Dan dalam suasana itulah, rakyat akan benar-benar merasa dihargai---bukan sekadar dijadikan angka dalam kotak suara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI