Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fenomena Pick Me Girl di Media Sosial: Saat Validasi Diri Mengalahkan Solidaritas Perempuan

23 Juni 2025   07:35 Diperbarui: 23 Juni 2025   07:32 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tren "Pick Me Girl" merebak di media sosial. Mengapa sebagian perempuan memilih pengakuan di atas solidaritas sesama gender? (Foto:Freepik.com)

Di sebuah sore yang biasa, seorang perempuan muda membuka aplikasi TikTok di ponselnya. Ia tertawa kecil melihat satu konten viral, lalu mengernyitkan dahi ketika membaca komentar:
"Yah, ini sih Pick Me Girl banget."

Ia bertanya-tanya, "Apa salahnya sih jadi diri sendiri? Aku cuma lebih nyaman nongkrong sama cowok. Masa harus dihakimi?"

Fenomena Pick Me Girl bukan sekadar istilah populer di media sosial. Ia adalah cerita tentang pencarian tempat, tentang keinginan untuk diterima, dan kadang---sayangnya---tentang bagaimana sebagian perempuan merasa harus tampil berbeda dari perempuan lainnya demi mendapatkan validasi, khususnya dari laki-laki.

Kalimat seperti, "Aku nggak kayak cewek lain," atau "Cewek tuh ribet, makanya aku lebih suka main sama cowok," jadi semacam mantra tak sadar. Sebuah cara untuk mengangkat diri sendiri---tanpa sadar---dengan menjatuhkan kelompok yang seharusnya jadi tempat berpijak bersama.

Di Balik Layar Media Sosial: Butuh Diakui, Tak Ingin Terlihat Biasa

Di dunia digital yang riuh, setiap orang seperti berebut panggung. Ada yang tampil berani, ada yang memilih jadi berbeda. Sayangnya, terkadang menjadi berbeda berarti harus menyudutkan yang lain.

Bagi sebagian perempuan, menjadi Pick Me Girl bukanlah soal ingin terlihat lebih baik, tapi karena ingin merasa cukup. Cukup unik untuk dilihat. Cukup menarik untuk diajak bicara. Cukup 'beda' untuk dipilih.

Namun celakanya, dalam proses itu, ia sering kali mengorbankan solidaritas---membangun diri di atas narasi bahwa perempuan lain itu manja, drama, atau ribet. Tanpa sadar, ia sedang menari di atas irama patriarki yang masih kuat menggema di ruang digital kita.

Antara Jujur dan Tersesat dalam Narasi Lama

Tentu, tidak semua perempuan yang tampil beda sedang menjadi Pick Me. Sebagian memang sedang jujur dengan dirinya sendiri. Tapi garis batas antara kejujuran dan kebutuhan akan validasi kadang begitu tipis, apalagi saat media sosial mengukur keberhargaan dengan jumlah likes dan komentar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun